Paket Kebijakan Ekonomi X, Potong Oligarki Layar Bioskop
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Pemerintah Republik Indonesia meluncurkan Paket Kebijakan Ekonomi jilid X. Pada paket kebijakan kali ini, pemerintah fokus pada revisi Daftar Negatif Investasi (DNI) yang sebelumnya diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2014 tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal.
Sekretaris Kabinet, Pramono Anung, menyampaikan kebijakan ini untuk memotong mata rantai oligarki dan kartel yang selama ini hanya dinikmati kelompok tertentu. Contohnya, mata rantai yang terjadi dalam bisnis layar bioskop, dimana saat ini jumlah layar bioskop yang dimiliki Indonesia hanya 1.117 buah atau hanya bisa diakses oleh 13 persen penduduk di Tanah Air yang kini mencapai 250 juta penduduk.
Lebih Ironisnya, 87 persen layar bioskop tersebut berada di Pulau Jawab, bahkan 35 persennya ada di Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta. "Maka, para pelaku yang selama ini mendapatkan kemudahan menguasai semuanya ini, hanya tiga sampai perusahaan. Tentunya, ini tidak baik untuk dunia perfilman kita. Maka, yang seperti ini pemerintah akan melakukan perubahan," kata Pramono dalam Konferensi Pers Peluncuran Paket Kebijakan Ekonomi X di Kantor Presiden, Kompleks Istana Presiden, Jakarta Pusat, hari Kamis (11/2).
Menurutnya, pada dasarnya, revisi DNI memiliki prinsip untuk memberikan perlindungan terhadap pelaku Usaha Mikro, Kecil, Menengah, dan Koperasi (UMKMK), berdasarkan Undang-undang Nomor 20 tahun 2008 tentang UMKM. Dengan kata lain, UMKMK yang mempunyai kekayaan bersih di bawah 100 miliar akan mendapatkan perlindungan dalam keputusan yang diambil pemerintah.
Selain itu, Pramono menerangkan, revisi DNI juga akan membuat harga produk obat-obatan yang dibutuhkan masyarakat menjadi lebih murah. Sebab, selama ini bahan dasar obat-obatan sulit masuk ke Indonesia. Kalaupun ada yang berhasil, obat-obat tersebut kena barrier to entry di perbatasan.
“Maka dengan pengaturan ini diharapkan bahan dasar obat jadi lebih murah, maka obat-obatan bisa dijangkau masyarakat dan penduduk menjadi lebih murah," katanya.
Lebih lanjut, dia menuturkan revisi DNI juga mengantisipasi masuknya produk-produk asing yang sudah tidak bisa ditawar lagi. Sebab, dengan diberlakukannya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), maka ketentuannya adalah 70 persen produk negara anggoa ASEAN bebas masuk ke negara ASEAN lainnya.
Revisi DNI ini, Pramono menambahkan, juga akan mendorong perusahaan nasional agar mampu bersaing dan semakin kuat. Sebab, pada kebijakan terdahulu pemerintah memberikan proteksi dan perlindungan pada kelompok tertentu dan membuat perusahaan nasional sulit bersaing.
"Maka dengan peraturan ini tidak ada lagi orang dipaksa untuk bisa bersaing. Pak Presiden selalu memberi contoh, pom bensin kita sebelum ada Shell atau yang lain, Pertamina kan pom bensinnya dari dulu tidak baik. Begitu ada pesaing menjadi lebih baik, karena ada kompetisi di dalamnya," ujarnya.
Terakhir, revisi DNI ini pada dasarnya bukan untuk liberalisasi melainkan mendorong adanya modernisasi. "Dan betul-betul kebijakan terbuka yang bisa membuat siapapun akan tumbuhnya pemain baru, usahawan baru, inovator baru, teknologi baru yang akan bersaing dalam pasar global," tutur Pramono.
Editor : Bayu Probo
Empat Kue Tradisional Natal dari Berbagai Negara
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Perayaan Natal pastinya selalu dipenuhi dengan makanan-makanan berat untu...