Pakistan Tekan Pengungsi Afghanistan untuk Pulang, Mereka Berisiko Hadapi Penganiayaan
Pakistan tetapkan 31 Maret batas waktu untuk mendeportasi pengungsi Afghanistan.

ISLAMABAD, SATUHARAPAN.COM-Sebuah kelompok hak asasi manusia terkemuka mengatakan pada hari Rabu (19/3) bahwa otoritas Pakistan telah meningkatkan tekanan pada para pengungsi Afghanistan untuk kembali ke negara tetangga Afghanistan, di mana mereka berisiko mengalami penganiayaan oleh Taliban dan menghadapi kondisi ekonomi yang buruk.
“Pejabat Pakistan harus segera berhenti memaksa warga Afghanistan untuk kembali ke rumah dan memberi mereka yang terancam pengusiran kesempatan untuk mencari perlindungan,” kata Elaine Pearson, direktur Asia di Human Rights Watch yang berbasis di New York. “
Otoritas Taliban di Afghanistan harus mencegah segala bentuk pembalasan terhadap warga Afghanistan yang kembali dan membatalkan kebijakan mereka yang kasar terhadap perempuan dan anak perempuan.”
Pakistan menetapkan batas waktu 31 Maret untuk deportasi semua orang asing yang tinggal secara ilegal di negara tersebut. Sebagian besar dari mereka adalah warga Afghanistan. Seruan HRW tersebut muncul sebulan setelah Kedutaan Besar Afghanistan di Islamabad mengatakan bahwa Pakistan telah meningkatkan penangkapan warga Afghanistan di Islamabad dan Rawalpindi di dekatnya karena pengusiran paksa.
Namun, Pakistan telah menepis tuduhan Kabul, dengan mengatakan bahwa pihak berwenang hanya berusaha memfasilitasi kondisi untuk pemulangan cepat warga Afghanistan ke negara asal mereka.
Lebih dari 500.000 warga Afghanistan yang melarikan diri dari pengambilalihan Afghanistan oleh Taliban pada tahun 2021 telah hidup tanpa dokumen di Pakistan, ribuan dari mereka menunggu pemukiman kembali di AS dan tempat lain.
Ada juga sekitar 1,45 juta pengungsi Afghanistan yang terdaftar di badan pengungsi PBB, yang sebagian besar melarikan diri selama pendudukan Soviet tahun 1979–1989 di negara mereka.
Juli lalu, Pakistan memperpanjang masa tinggal pengungsi yang terdaftar di UNHCR hingga Juni, dengan mengatakan mereka tidak akan ditangkap atau dideportasi setidaknya sampai perpanjangan berakhir.
Pada bulan Januari, Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, menghentikan sementara program pengungsi Amerika setidaknya selama tiga bulan, dan sejak itu, sekitar 20.000 warga Afghanistan yang sedang menunggu pemukiman kembali di Pakistan kini berada dalam ketidakpastian. Warga Afghanistan yang menunggu relokasi ke AS juga telah mendesak Trump untuk memulihkan program pengungsi untuk mengakhiri cobaan berat mereka.
HRW mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa situasi hak asasi manusia di Afghanistan terus memburuk sejak Taliban mengambil alih kekuasaan pada Agustus 2021.
Perempuan dan anak perempuan dilarang mendapatkan pendidikan pasca sekolah dasar dan ditolak berbagai hak dan kebebasan. "Pembela hak asasi manusia, jurnalis, dan mantan personel pemerintah berada pada risiko tertentu," kata kelompok itu.
Pernyataan itu juga mengatakan bahwa warga Afghanistan yang kembali ke negara asal mereka berjuang untuk bertahan hidup di tengah melonjaknya angka pengangguran Afghanistan, sistem perawatan kesehatan yang rusak, dan berkurangnya bantuan asing.
Awal tahun ini, Perdana Menteri Pakistan, Shehbaz Sharif, juga telah menyetujui batas waktu 31 Maret untuk deportasi warga Afghanistan yang menunggu relokasi ke negara ketiga kecuali kasus mereka diproses dengan cepat oleh pemerintah yang telah setuju untuk menerima mereka.
"Afghanistan tidak aman untuk pemulangan pengungsi paksa," kata Pearson. "Negara-negara yang berjanji untuk memukimkan kembali warga Afghanistan yang berisiko harus menanggapi urgensi situasi di Pakistan dan mempercepat kasus-kasus tersebut."
HRW mengatakan bahwa Kementerian Dalam Negeri Pakistan juga telah mengumumkan bahwa warga Afghanistan yang tidak memiliki dokumen tempat tinggal resmi, bersama dengan pemegang Kartu Warga Negara Afghanistan, harus meninggalkan kota Islamabad dan Rawalpindi atau menghadapi deportasi. "Warga Afghanistan yang memegang kartu Bukti Pendaftaran (PoR) harus pergi paling lambat 30 Juni," katanya.
Lebih dari 800.000 warga Afghanistan telah kembali ke rumah atau telah diusir secara paksa dari Pakistan sejak 2023, menurut Organisasi Internasional untuk Migrasi, sebuah badan PBB yang melacak migrasi. Lebih dari tujuh puluh persen dari mereka yang kembali ke Afghanistan adalah perempuan dan anak-anak, termasuk anak perempuan usia sekolah menengah dan perempuan yang tidak akan lagi memiliki akses ke pendidikan, menurut HRW.
Kelompok itu mengatakan bahwa polisi Pakistan telah menggerebek rumah-rumah, memukuli dan menahan orang secara sewenang-wenang, dan menyita dokumen pengungsi, termasuk izin tinggal. Mereka telah meminta suap agar warga Afghanistan dapat tetap tinggal di Pakistan. (AP)
Editor : Sabar Subekti

Israel Melanjutkan Operasi Darat di Jalur Gaza
JALUR GAZA, SATUHARAPAN.COM-Israel melanjutkan operasi darat di Jalur Gaza, setelah serangannya dala...