Pakistan Ubah Konstitusi untuk Bentuk Pengadilan Teroris dan Ekstremis
ISLAMABAD, SATUHARAPAN.COM – Para pemimpin politik dan militer di Pakistan telah memutuskan untuk mengamandemen konstitusi negara itu untuk membentuk sistem peradilan militer sebagai altermatif untuk mengadili terdawa teroris dan ekstremis. Keputusan ini dibuat menyusul serangan mematikan pada sebuah sekolah di Peshawar.
Kesepakatan bulat itu diambil oleh pemimpin politik, sipil dan militer negara itu untuk mengubah konstitusi untuk membentuk sistem peradilan alternatif, dan dicapai dalam pertemuan yang dipimpin oleh Perdana Menteri Pakistan, Nawaz Sharif.
"Rancangan perubahan konstitusi itu akan disampaikan pada Majelis Nasional pada hari Sabtu (3/1) dan di Senat pada hari Selasa pekan depan dan setelah melewati dua lembaga parlemen itu akan menjadi bagian dari Konstitusi," kata Menteri Informasi Pakistan, Pervaiz Rashid, kepada pers, seperti dikutip Russia Today. Dia menambahkan bahwa Undang-undang tentang Militer juga akan mengalami perubahan.
"Pengadilan khusus ini akan mennuntut semua pelaku teroris yang telah membunuh warga sipil tak berdosa di jalan, pasar, sekolah negeri dan di sekitar, dan terlibat dalam pembunuhan petugas keamanan dan serangan terhadap instalasi militer," kata Rashid.
Perdana Menteri Pakistan, Nawaz Shariff mengatakan bahwa pertemuan di rumahnya itu menunjukkan "persatuan dan keharmonisan nasional" karena berfungsi sebagai "bab yang terang tentang gerakan politik kita."
Pakistan berjanji akan menindak terorisme setelah serangan Taliban pada bulan Desember terhadap sekolah di Peshawar yang membunuh 150 orang, termasuk 134 anak-anak. Segera setelah serangan itu, Sharif bersumpah untuk melenyapkan terorisme di negeri itu, katanya ketika dia mengumumkan pencabutan moratorium hukuman mati di Pakistan.
Perubahan akan terjadi pada pengadilan militer yang dibentuk untuk jangka waktu tertentu, minimal dua tahun. Di samping itu, roadmap legislatif baru akan fokus pada membatasi penyebaran terorisme dengan mengatur sekolah keagamaan, mencegah khotbah yang menyebarkan kebencian dan wacana provokatif, dan mencegah propaganda teroris melalui media.
"Bangsa ini sekarang ingin melihat Rencana Aksi Nasional untuk menangani terorisme, sehingga negara bisa dibersihkan dari ancaman terorisme sekali dan untuk semua," kata Sharriff.
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...