Palu dan Arit Sedang Digandrungi Anak Muda di Seluruh Dunia
JAKARTA, SATUHARAPAN,COM - Di Indonesia 'Palu dan Arit' jadi simbol yang berbahaya. Memakainya bisa membawa Anda diciduk polisi. Seperti kejadian di Batam, belum lama ini, yang kemudian ramai diberitakan media Rusia. Seorang turis Rusia bernama Riabuck, diadang warga karena memakai kaos bergambar palu dan arit. Ia terpaksa diamankan polisi karena memakai pakaian yang menurut pengakuannya dia beli di Vietnam.
Yang lebih serius adalah apa yang belakangan ini ramai dibantah oleh Bank Indonesia. Ada yang menuduh desain mata uang Rupiah bernuansa palu dan arit.
Simbol palu dan arit ternyata kini memang sedang jadi tren. Ia digandrungi oleh banyak orang. Di panggung fesyen global ia sedang banyak dicari dan mendatangkan rasa penasaran. Lebih menonjol lagi setelah bintang reality show AS, Kim Kardashian, mengenakan busana bersimbol palu dan arit.
Anastasiia Fedorova, penulis berkebangsaan Rusia, dalam sebuah tulisannya untuk Calvert Journal yang dilansir kembali oleh The Guardian, mencoba mengamati gejala ini. Dan ia mengulasnya dengan perspektif kritis dari seorang warga Rusia, yang keberatan akan penggunaan simbol-simbol tanpa memahami maknanya.
Menurut dia, sampai baru-baru ini simbol palu dan arit yang dapat ditemukan di Rusia adalah pada t-shirt murah yang dijual di kios-kios kaki lima. Ia hanya akan laku terjual kepada kepada para wisatawan yang tak terlalu hirau akan makna simbol palu dan arit itu.
Namun, kini semuanya berubah. Busana bergambar palu dan arit harganya sudah naik berlipat-lipat. Misalnya, jaket bertopi (hoodie) bergambar palu dan arit karya Vetements yang berbasis di Paris, dijual dalam edisi terbatas seharga US$ 700 per helai.
Tren Ganjil
Apa pemicu tren yang ganjil ini?
Menurut Anastasiia, awalnya palu digunakan sebagai simbol untuk mewakili buruh industri di masa Uni Soviet. Ada pun sabit untuk mewakili petani. Namun, makna ini mungkin tak banyak diketahui orang dan mungkin juga dianggap tak penting. Yang pasti, simbol Komunisme itu kini menjadi obsesi fesyen.
Sebetulnya bukan kali ini saja simbol itu dibangkitkan kembali. Pada pertengahan tahun 2000-an, desainer busana yang berbasis di Moskow, Denis Simachev, menjadi terkenal karena menggabungkan lencana militer Soviet dengan bulu, bunga emas dan karakter kartun Rusia.
Hal ini menyebabkan kemarahan di kalangan generasi Rusia saat itu. Mereka menganggap bagian terbaik dari masa lalu mereka sedang diejek dan dikerdilkan. Dan yang paling buruk, warisan gelap rezim Soviet justru sedang dirayakan.
Kini, 10 tahun kemudian, keadaannya kembali lagi, tapi kali ini yang menjadi 'penonton'nya berbeda. Kepala desainer Vetements, Demna Gvasalia (dan juga direktur artistik di Balenciaga), lahir di Georgia Soviet, mencapai keberhasilan membangkitkan simbol palu dan arit karena menyelami jiwa generasi yang tumbuh dalam bayangan era Soviet, tetapi tidak pernah mengalami hal itu secara langsung.
Desainer Rusia Gosha Rubchinskiy, juga merupakan kekuatan lain yang memperkenalkan kembali simbol Rusia dan Soviet ke budaya visual global. Koleksi musim semi/musim panasnya pada 2016, yang dinamai 1984, menggunakan huruf-huruf dan slogan Soviet, serta palu dan arit.
Untuk generasi yang lahir di awal 2000-an, palu dan arit dipandang sebagai peninggalan masa lalu yang membuat penasaran. Namun bagi banyak orang lainnya, ia masih dipandang merupakan perjuangan politik dan budaya.
Pada gilirannya, hal ini dapat menjadi kontoversi. Sebab, di banyak negara simbol-simbol itu masih dilarang. Georgia, Hongaria, Latvia, Lithuania dan Ukraina telah melarang semua simbol dari "ideologi totaliter dan kriminala", dan mempertunjukkan di depan publik simbol palu dan arit, bintang merah dan simbol komunis lainnya merupakan tindak pidana.
Ukraina, yang perjuangan identitas dan kemerdekaan mereka penuh penderitaan, mengalaminya melalui proses pembongkaran warisan negara komunis, menghapus monumen era Soviet dan mengubah nama tempat-tempat umum.
Ketika UU decommunisation disetujui di Ukraina pada April 2015, 22 kota dan 44 desa harus diganti namanya.
Mempertimbangkan latar belakang sejarah tersebut, Anastasiia menyampaikan pesan kepada siapa saja yang masih senang menggunakan simbol palu dan arit, agar memikirkan ulang.
"Sebagai orang Rusia, saya bosan dengan orang-orang yang membesarkan komunisme: itu adalah stereotip lama orang yang senang beriklan di pakaian mereka tanpa pemahaman yang benar tentang sejarahnya. Bahkan jika Anda bisa menyisihkan US$ 700 untuk palu dan arit, ada baiknya memikirkan pesan yang disampaikan oleh simbol itu."
Film The Last Dance Pecahkan Rekor Box Office Hong Kong
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - "The Last Dance", sebuah film drama berlatarkan rumah duka yang...