Panglima TNI Dikritik Stop Kerjasama TNI-Australia Tanpa Konsultasi
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Kendati banyak pihak yang memberi dukungan atas langkah Panglima TNI, Jenderal Gatot Nurmantyo, menghentikan kerjasama militer TNI dengan Australia, di pihak lain tak sedikit yang menyesalkan dan melancarkan kritik. Kritik terutama terkait dengan langkahnya yang dianggap tanpa konsultasi dengan Menteri Pertahanan serta tindakan tersebut terkesan menimbulkan kegaduhan.
"Menurut saya penghentian kerja sama itu terlalu cepat karena seharusnya dikonsultasikan dengan Menteri Pertahanan," kata pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Adriana Elisabeth, menjawab pertanyaan satuharapan.com.
Menurut Adriana, hubungan Indonesia dan Asustralia memang sering mengalami gangguan. Namun, kata dia, hal itu wajar karena perbedaan kepentingan dan masalah komunikasi dan negosiasi yang tidak lancar.
"Di sini diperlukan public diplomacy yang lebih baik antara kedua negara," kata Adriana.
Andreas Harsono dari Human Rights Watch Indonesia (HRW) menyampaikan pendapat senada. Ia menilai temuan bahwa ada materi yang dinilai menghina Indonesia tidak harus ditanggapi dengan agresif, apalagi materi yang dimaksud ternyata disampaikan oleh seorang berpangkat letnan.
"Kalau benar bahwa materi tersebut disampaikan oleh seorang letnan, saya kira, hal itu tidak perlu membuat Panglima TNI gusar," kata Andreas.
Menurut dia, materi-materi yang sensitif tentang Australia juga banyak ditulis oleh oknum perwira-perwira muda Indonesia. Salah satu contoh adalah apa yang pernah menyeruak dengan sebutan ABDA, yaitu American, British, Dutch, Australia.
"Kalau tindakan perwira-perwira muda Indonesia tersebut diteliti ... waduh banyak sekali yang menuduh macam-macam terhadap negara-negara ABDA. Tapi mereka kan santai saja karena hal itu dianggap tak mencerminkan policy pemerintah," kata Andreas.
Baik Adriana maupun Andreas sepakat bahwa apa yang oleh Indonesia dianggap sebagai materi sensitif, justru harus dibicarakan dalam diplomasi bilateral dengan Australia.
"Sebab materi yang sensitif menurut Indonesia dan Australia mungkin memiliki nilai kepantasan yang berbeda," tutur Adriana.
"Hal seperti ini bisa ditangani dengan kalem. Terlalu banyak penyensoran terhadap pembicaraan tentang masalah Papua bisa menimbulkan ekses seperti ini. Begitu lihat bahan tentang Papua, langsung laporkan, lalu cabut kerja sama. Negara besar tidak perlu melakukan hal seperti ini," kata Andreas.
Setelah sempat menjadi pembicaraan luas kemarin (4/1), Menkopolhukam, Wiranto, hari ini akhirnya meredam meruncingnya isu hubungan kerjasama militer ini dengan memberikan informasi yang lebih rinci. Berbeda dengan keterangan Kapuspen TNI yang dikutip oleh berbagai media yang menyatakan seluruh kerjasama TNI-Australia dihentikan, Wiranto mengatakan pemutusan kerja sama pertahanan RI-Australia bukan penghentian secara menyeluruh namun hanya program kerja sama pelatihan bahasa.
"Bukan pemutusan kerja sama pertahanan secara menyeluruh seperti yang diberitakan di banyak media akhir-akhir ini," kata Menko Polhukam Wiranto dalam konferensi pers bersama Menlu Retno Marsudi dan Menhan Ryamizard Ryacudu di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Kamis.
Ia menyebutkan Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo sebenarnya juga dijadwalkan hadir dalam jumpa pers itu namun kemudian berhalangan.
Menkopolhukam juga menyiratkan bahwa ia baru mengetahui adanya penghentian kerjasama tersebut. Ia menyebutkan setelah mendapat informasi dari Menlu, Panglima TNI dan Menhan, memang benar ada langkah TNI menghentikan sementara kegiatan tentang program kerja sama pelatihan bahasa di satuan khusus Australia.
Penghentian itu karena terjadi kasus yang menyinggung kehormatan bangsa pada bulan November 2016.
Wiranto menyebutkan penghentian kerja sama itu hanya bersifat sementara dan akan dilanjutkan kembali setelah pihak Australia telah melakukan langkah-langkah penyelesaian dari kasus yang terjadi.
Wiranto menyebutkan Menhan kedua menyebut langkah-langkah penyelesaian kasus itu sudah dilakukan.
"Komandan pelatihan bahasa sudah diskors, yang bersangkutan akan diberi sanksi, Menhan Australia sudah ambil langkah dan berharap ada pertemuan kedua belah pihak," kata Wiranto.
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...