Loading...
INDONESIA
Penulis: Sabar Subekti 19:24 WIB | Selasa, 01 Oktober 2024

Pansus Haji Sampaikan Lima Rekomendasi di Paripurna Terakhir DPR RI

Ketua Panitia Khusus (Pansus) Angket Haji, Nusron Wahid, (kiri) dan Wakil Ketua Pansus, Marwan Dasopang, (kanan) memimpin Rapat Pansus Angket Haji yang menghadirkan Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) Kementerian Agama Hilman Latief, di Ruang Badan Anggaran DPR, Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, hari Rabu (21/8/2024). (Foto: Antara)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM-Panitia Khusus Angket Haji DPR RI atau Pansus Haji mengeluarkan lima rekomendasi terhadap hasil penyelidikan penyelenggaran Haji 2024.

Pansus Haji dibentuk pada Juli 2024 berdasarkan rekomendasi Tim Pengawas Haji. Tujuan pansus menelusuri pengalihan tambahan kuota haji reguler sebanyak 20 ribu yang diduga dialihkan secara sepihak oleh Kemenag ke kuota haji khusus.

“Panitia angket DPR RI terhadap penyelenggaraan haji 2024 setelah melakukan temuan akhirnya merekomendasikan sebagai berikut,” kata Ketua Pansus Haji, Nusron Wahid, saat rapat paripurna DPR RI, hari Senin, 30 September 2024.

Rekomendasi pertama, Pansus mengusulkan revisi terhadap Undang-undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah. Pansus juga mengusulkan revisi Undang-undang Nomor 34 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji.

Nusron mengatakan, usulan revisi undang-undang tersebut harus mempertimbangkan kondisi kekinian yang terjadi dalam regulasi dan model pelaksanaan ibadah haji yang ada di Arab Saudi.

Rekomendasi kedua, membuat sistem yang lebih terbuka dan akuntabel dalam menetapkan kuota haji, terutama dalam haji khusus terutama pengalokasian kuota haji tambahan. Menurut Nusron, setiap keputusan diambil harus didasarkan pada peraturan yang jelas dan diinformasikan secara terbuka kepada publik

Ketiga, tentang pelaksanaan haji khusus, Pansus Haji merekomendasikan agar negara memperkuat fungsi kontrol terhadap penyelenggaraan haji khusus ke depan.

Rekomendasi keempat, Pansus Haji mendorong peranan lembaga pengawas internal pemerintah seperti Inspektorat Jenderal Kementerian Agama dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) agar lebih detail mengawasi penyelenggaraan haji.

Nusron mengatakan, Pansus Haji juga merekomendasikan agar pengawas eksternal seperti Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan aparat penegak hukum, dilibatkan jika membutuhkan tindaklanjut, 

Kelima, Pansus Haji berharap pemerintahan mendatang agar dalam mengisi posisi Kementerian Agama dengan figur yang lebih cakap dan kompeten dalam mengkoordinasikan dan mengatur, serta mengelola penyelenggaraan ibadah haji.

“Laporan Panitia Khusus Angket Haji DPR RI disampaikan dengan tujuan untuk memperbaiki penyelenggaraan ibadah haji dengan lebih transparan, akuntabel, dan adil bagi semua pihak,” kata Nusron.

Namun rekomendasi ini berbeda dari yang disampaikan anggota Pansus Haji, Marwan Jafar, dalam pertemuan dengan media. Sebelumnya Marwan mengatakan kesimpulan Pansus Haji akan menjelaskan beberapa hal, salah satunya Kementerian Agama diduga melanggar Pasal 64 Ayat (2) Undang-undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Haji dan Umrah. Pasal itu menyebutkan bahwa kuota haji khusus ditetapkan sebesar delapan persen dari kuota haji Indonesia.

Marwan mengatakan Pansus Haji juga menyimpulkan Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas, diduga menyalahgunakan kewenangan dan melakukan kecurangan atas pengalihan kuota tambahan itu. Sehingga Pansus Haji merekomendasikan temuan itu untuk diteruskan kepada aparat penegak hukum yaitu Kejaksaan, Kepolisian, dan Komisi Pemberantasan Korupsi.

“Penyalagunaan kewenangan menteri agama dan kecurangan itu diteruskan pada aparat hukum,” kata Marwan di Gedung MPR/DPR, Jakarta, hari Minggu, 29 September 2024.

Dalam perumusan pembahasan kesimpulan itu, Marwan mengatakan, ada perdebatan antara Ketua Umum Pansus Haji dari Fraksi Golkar, Nusron Wahid, dengan anggota Pansus Haji lain. Nusron menginginkan bahasa yang lebih umum.

Marwan mencontohkan kata “melanggar” diganti dengan “ketidakpatuhan”. Lalu kata “penyimpangan dan penyalahgunaan kekuasaan” ditambah kata “jika perlu”.

Menurut dia, masalah bahasa seharusnya tidak perlu diperdebatkan. Sebab, dari sejumlah temuan Pansus Haji, sudah ada dugaan kuat upaya untuk melakukan tindak pidana korupsi (tipikor).

Editor : Sabar Subekti


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home