Parkir Meter, Solusi Pemprov DKI Legalkan Parkir Liar
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Parkir liar di pinggir jalan raya atau di trotoar jalan menyumbang salah satu dari sekian banyak penyebab kemacetan di ibu kota. Oleh sebab itu, Pemprov DKI Jakarta berencana mengambil alih bisnis ilegal ini, dengan cara membangun sistem perparkiran atau umumnya disebut parkir meter, sebagaimana telah diterapkan di banyak negara terutama di Eropa dan Amerika Serikat berupa sistem on street parking.
Seperti diketahui, berbagai cara telah diupayakan Pemprov DKI untuk menertibkan parkir liar tersebut, namun semuanya gagal. Sebut saja cabut pentil, derek kendaraan, tilang, menempatkan petugas Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP), dan lain sebagainya.
Parkir meter adalah alat yang tersambung ke pusat data Unit Pelaksana Teknis (UPT) Parkir DKI Jakarta, dengan menerapkan global positioning system (GPS) pada stiker yang ditempel di kendaraan. Pengendara mobil atau sepeda motor bisa membayar biaya parkirnya di bank atau instansi yang dikerjasamakan, dan tidak lagi membayar pada juru parkir liar.
Spesifikasi mesin parkir meter itu akan sama dengan yang diterapkan di Kota Boston, Oklahoma, Houston, New York, Chicago, Long Angeles, dan China. Misalnya, jika tarif parkir per jam Rp 3.000, dan hanya parkir setengah jam, sisa Rp 1.500 tidak bisa kembali, tetapi bisa dipakai saat parkir lagi di lokasi yang sama. Sementara itu, pengendara yang tidak membayar sesuai tarif akan mendapat sanksi misalnya pemblokiran STNK.
Ratusan bahkan ribuan kendaraan baik mobil maupun motor setiap harinya memarkirkan kendaraan di pinggir jalan di Jakarta. Dengan hanya membayar beberapa lembar uang ribuan untuk setiap kendaraan yang diparkir, mereka dapat memanfaatkan pinggir jalan itu untuk parkir seharian. Konsekuensi dari hal tersebut adalah kemacetan, karena sebagian dari badan jalan diambil untuk parkir kendaraan.
Kebocoran PAD
Selain masalah kemacetan karena gagalnya upaya penertiban parkir liar, adalah kebocoran Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari retribusi parkir yang nilainya begitu besar. Hal itu dibenarkan oleh Wakil Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama yang mengatakan bahwa sebelumnya DKI sudah mengalami kerugian besar akibat parkir liar ini, Kamis (21/3) di Balai Kota.
Omzet yang dihasilkan dari parkir liar ini diperkirakan mencapai 100-250.000 rupiah per harinya. Menurut Basuki, selama ini bukan preman yang menjadi momok dalam urusan perparkiran, melainkan ada oknum lain di belakangnya yang berperan sebagai pengelola parkir ilegal tersebut, misalnya saja mungkin ada oknum kecamatan, kelurahan, RW, RT setempat, atau bahkan aparat pemerintah lainnya seperti petugas Satpol PP, dan lain sebagainya.
“Yang parah dari parkir jalanan itu bukan orang bawah yang kerja, melainkan orang yang menerima setoran yang gede. Petugas parkirnya kan hanya dimanfaatkan,” kata Basuki di Balai Kota Jakarta, Jumat (21/3).
Tidak sampai di situ, Basuki mengeluhkan ketidaktegasan Kepala Dinas Pajak DKI Jakarta, Iwan Setiawandi selaku pihak yang bertanggung jawab terhadap pengelolaan parkir di Jakarta. Iwan dinilai tidak tegas oleh Basuki karena dianggap membiarkan pengelola parkir yang membandel. Ketidaktegasan kerapkali menjadi alasan Pemprov DKI untuk mengganti para pejabat Eselon II tersebut.
“Pak Iwan juga tidak tegas kan, jadi ini kan termasuk persoalan pajak begitu. Kita mau ganti Eselon II, III dan IV di situ karena mereka banyak yang tidak tegas. Harusnya jelas kalau kamu tidak mau online, kita cabut izin kamu,” ujar Basuki di Balai Kota, Jumat (21/3).
Pakai Pihak Swasta
Maka, sama seperti proyek layanan publik lain, sistem parkir meter ini juga akan dikelola oleh pihak swasta, namun Basuki meminta agar swasta bisa memberikan gaji juru parkir itu dua kali Upah Minimum Provinsi (UMP) yaitu senilai 4,8 juta rupiah.
Pasalnya uang ilegal yang didapat petugas parkir liar, jika dinominalkan per bulannya berada dalam kisaran angka demikian. Maka untuk mencegah juru parkir itu menjalani pekerjaan ilegal seperti sebelumnya, Pemerintah harus memberi solusi berupa lapangan kerja yang penghasilannya tidak kurang dari sebelumnya.
“Swasta yang akan lakukan, saya cuma minta gajinya dua kali UMP. Swasta yang akan bangun semua, dia pasang mesin, kita terima beres,” kata Basuki di Balai Kota, Kamis (20/3).
Dengan mempekerjakan petugas parkir liar menjadi pegawai untuk parkir meter, mereka bisa dapat penghasilan yang sama seperti sebelumnya, tetapi semua uang dari retribusi parkir itu masuk ke kas Pemprov DKI.
“Kita mau terapkan di beberapa lokasi kalau enggak salah di Jalan Sabang dan di Kelapa Gading,” ujar Basuki di Balai Kota, Jumat (21/3).
Sebelumnya, Pemerintah Kota Bandung, Jawa Barat sudah lebih dulu melakukan uji coba dan menerapkan sistem parkir meter di Jalan Braga, sejak akhir Desember 2013 lalu. Pemprov DKI Jakarta berencana menerapkannya pada April tahun ini, namun diperkirakan mundur. Pasalnya, parkir meter sampai saat ini masih dalam proses lelang.
Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja
Enam Manfaat Minum Air Putih Usai Bangun Tidur
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Terdapat waktu-waktu tertentu di mana seseorang dianjurkan untuk me...