Parlemen Baru Myanmar Dilantik, AS Ucapkan Selamat
NAY PYI DAW, SATUHARAPAN.COM - Anggota baru parlemen Myanmar yang kebanyakan mengenakan pakaian tradisional diambil sumpahnya secara bersama, pada hari Senin (1/2) di ibu kota Naypyidaw, sebagai awal untuk menerapkan pemerintah pertama negara itu yang dipilih secara demokratis selama lebih dari setengah abad.
Juru bicara Departemen Luar Negeri Amerika Serikat, John Kirby, hari Senin (1/2) mengucapkan selamat kepada anggota parlemen Myanmar yang baru terpilih.
AS mengucapkan selamat kepada anggota parlemen Myanmar yang baru terpilih, sementara mereka menempati kursi mereka pada hari pertama "Uni Parlemen” baru negara itu.
“Hasil ini merupakan bukti keberanian dan pengorbanan yang ditunjukkan oleh rakyat Myanmar selama bertahun-tahun, termasuk lebih dari 100 tahanan politik mantan yang sekarang menduduki kursi mereka di parlemen Myanmar," kata John Kirby.
Selagi parlemen yang dipilih secara demokratis mengadakan sidang pertamanya, rintangan masih tetap ada untuk "mewujudkan pemerintahan sipil dan demokratis penuh," tambah Kirby, tetapi ia mengatakan AS " merasa gembira dengan komitmen pemimpin politik Myanmar untuk bekerja sama dalam semangat persatuan dan reformasi nasional."
Sementara itu Duta Besar Uni Eropa, Roland Cobia, yang mengamati upacara singkat pengambilan sumpah itu mengatakan pelantikan itu merupakan transisi kelembagaan yang dihasilkan dari ungkapan kehendak rakyat Myanmar.
"Ini adalah transisi kelembagaan pertama yang benar-benar nyata dari apa yang telah dihasilkan pemilu dan ungkapan dari kehendak rakyat, " kata Roland Cobia.
Bakal Presiden Masih Tak Diketahui
Sementara itu, siapa yang bakal menjadi presiden Myanmar menggantikan Jenderal Thein Sein yang pensiun, masih tidak diketahui.
Calon yang paling popular, Aung San Suu Kyi ketua Liga Nasional bagi Demokrasi yang meraih 80 persen suara dalam pemilihan tanggal 8 November lalu, dilarang Konstitusi menduduki jabatan presiden.
Kalangan politisi berspekulasi ia sedang berunding dengan pihak militer yang masih tetap kuat dan otomatis menduduki seperempat kursi Parlemen, supaya setuju membekukan pasal yang mencegahnya menduduki jabatan tertinggi tersebut.
Parlemen pada akhirnya bulan ini akan memilih presiden dari tiga calon wakil presiden yang diajukan Majelis Rendah dan Majelis Tinggi hasil pemilihan serta para anggota dari pihak militer yang tidak melalui pemilihan.
Tanggal proses pemilihan presiden belum diumumkan, namun sebelum ketua Majelis Tinggi dipilih tidak bakal ada sesuatu yang penting terjadi. Menyusul adalah pemilihan para wakil presiden.
“Kami perlu mengobah atau mencabut undang-undang yang tidak sesuai dengan praktek demokrasi dan kriteria hak asasi bahkan berseberangan dengan persetujuan dan perjanjian internasional atau kesepakatan yang terkait dengan melindungi jiwa dan keselamatan penduduk sipil,” kata ketua Majelis Rendah yang baru dipilih Win Myint dari Liga Nasional bagi Demokrasi (NLD) dalam pidato seusai dilantik.
Presiden Thein Sein dan militer sudah menjanjikan peralihan kekuasan yang lancar.
Pasal 59(f) Konstitusi menyebut calon presiden begitu pula ibu dan bapanya harus warganegara Myanmar, dan tidak boleh memiliki suami atau anak yang warganegara asing. Pasal ini jelas mencegah Aung San Suu Kyi yang kedua putranya berkewarganegaraan Inggris.
Pasal tersebut tidak boleh diganti ‘demi kebaikan ibu pertiwi’ kata satu artikel dalam suratkabar militer Myawaddy Daily edisi hari Senin.
Aung San Suu Kyi pernah mengatakan, ia akan berada di atas kepresidenan. Hanya tidak merincinya lebih lanjut atau membayangkan siapa yang disukainya untuk menjadi presiden. (voa)
Editor : Eben E. Siadari
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...