Pasar Kangen Jogja 2016 Dibuka
YOGYAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Selasa (19/7) pagi sekira 70 stan kuliner tradisional seperti thiwul, lopis ketan, wedang uwuh, cenil, sate gajih, sate kere, kipo, dan jajanan pasar sejenisnya memenuhi pelataran Taman Budaya Yogyakarta. Selama 6 hari (19-24 Juli) pelataran TBY menjadi tempat penyelenggaraan Pasar Kangen Jogja (PKJ) 2016.
Gelaran PKJ yang telah dihelat sebanyak sembilan kali telah menjadi salah satu agenda yang ditunggu-tunggu masyarakat Yogyakarta dan sekitarnya.
Selain itu 50 stan kerajinan dan barang lawasan seperti wayang kardus, topeng kayu, boneka disney, cincin akik, kaset lawasan, piringan hitam, poster dan majalah jadul, kaos motif lawasan dan koleksi buku-buku lawasan tentang memori dan kenangan masa-lalu kota Jogja turut dijajakan melengkapi stan kuliner.
Antusiasme masyarakat dalam menyambut PKJ tidak hanya datang dari pengunjung. Pelaku kuliner dan pedagang barang bekas selalu menanti kehadiran PKJ. Pada pembukaan pendaftaran peserta yang dilakukan pada awal Juni 2016, seluruh stan habis terjual pada hari pertama pendaftaran.
"Banyak hal yang bisa kita peroleh dalam kesempatan atau agenda kali ini. Kulinernya maju, berkesenian atau berkebudayaannya juga hidup," kata Kepala Dinas Kebudayaan DI Yogyakarta Umar Priyono dalam sambutan pembukaan Pasar Kangen Jogja 2016, Selasa (19/7).
PKJ 2016 mengangkat tema Pasar Aja Ilang Kumandange. Ong Hari Wahyu, penggagas Pasar Kangen Jogja saat ditemui satuharapan.com Minggu (17/7) menjelaskan hingga penyelenggaraan kesembilan pihaknya masih terus mendorong upaya edukasi pada pengunjung dan masyarakat secara luas.
"Tidak semata-mata mengejar aktivitas ekonomi, namun kami terus melakukan edukasi bagi pengunjung dan juga penjualnya. Contoh sederhana, bagaimana pengunjung mau membuang sampah pada tempat yang sudah disediakan. Harapannya, (budaya) itu bisa dibawa dalam kesehariannya," kata Ong. Membuang sampah pada tempatnya serta mengurangi pemakaian plastik, menjadi perhatian serius panitia. Selain menyediakan tempat sampah, panitia juga memasang himbauan/edukasi tentang sampah plastik, diantaranya menghimbau penjual kuliner untuk menyajikan masakannya dalam daun pisang dan sejenisnya.
Untuk mendorong kreativitas pelaku kuliner di PKJ 2016, Ong memberikan batasan untuk tidak menjual makanan/minuman sachet-an atau makanan jenis waralaba semisal fried chicken¸ pizza, serta memunculkan ragam kuliner lokal.
"Kita punya banyak ragam kuliner tradisional yang bisa dikembangkan. Bukan untuk klangenan, namun memang punya nilai ekonomi juga. Saat ini saya nyari sayur lodeh bung (bambu muda) di Yogyakarta susahnya minta ampun. Itu rasanya enak. Coba saja. Diolah dalam ragam yang lain semisal loen pia nilai ekonomisnya cukup tinggi," imbuh Ong. Kandungan bahan lokal serta olahan tradisional terus didorong panitia sebagai bagian memancing kreativitas pelaku kuliner di Yogyakarta.
Pasar Aja Ilang Kumandange
Di tengah serbuan pusat perbelanjaan modern, pasar tradisional di wilayah Yogyakarta seolah kehilangan daya tarik: kumuh, semrawut, kotor, bau, serta kondisi ketidaknyamanan lainnya menjadi stigma buruk yang melekat pada pasar tradisional hingga saat ini. Selain harga yang relatif murah, seolah tidak ada daya tarik lain dari pasar tradisional.
Dalam perspektif hubungan antara pembeli-penjual, sesungguhnya pasar tradisional adalah interaksi multi-arah yang membentuk sebuah dialektika perekonomian masyarakat: pasar tradisional adalah hubungan yang saling 'menghidupi' antara pembeli-penjual. Relasi sosial yang terjadi di pasar tradisional antara pembeli-penjual menjadi gambaran relasi sosial masyarakat dalam kehidupan sehari-hari. Ketika pasar ilang kumandange, ada pekerjaan rumah bagi para pihak mengingat di pasar tradisional sesungguhnya tidak hanya aktivitas ekonomi semata. Trust yang dibangun antara pembeli-penjual, selain memiliki nilai ekonomi sekaligus gambaran sosial masyarakat suatu daerah. Ketika kenyamanan secara fisik maupun psikologis dalam beraktivitas di pasar tradisional terjalin antara pembeli-penjual, ada banyak peluang-kesempatan yang bisa dihasilkan, terlebih mata rantai ekonomi dari keterlibatan masyarakat luas yang menghidupi pasar tradisional dari hulu hingga hilir.
Edukasi untuk menciptakan pasar tradisional yang bersih, indah dan higienis perlu dilakukan terus menerus, utamanya terhadap para pedagang penghuni pasar. Hal ini dilakukan agar para penghuni bisa menyadari perlunya memelihara dan membuat pasar menjadi indah, nyaman, bersih dan sehat baik untuk penghuni maupun untuk pengunjung atau pembeli.
Jika dikelola dengan tepat, pasar tradisional dengan segala dialektika yang berkembang didalamnya memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Mengambil contoh stan sate kere ataupun pepes/bothok mandingan di Pasar Kangen Jogja pada tahun sebelumnya memiliki omset hingga Rp 20 juta selama PKJ berlangsung.
Dengan potensi yang bisa dibilang tidak kecil tersebut sebenarnya ada pesan tersirat dari setiap perhelatan PKJ: Pasar (tradisional) sedang Kangen (mengunjungi) Jogja. Tinggal darimana mau memulainya.
Empat Kue Tradisional Natal dari Berbagai Negara
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Perayaan Natal pastinya selalu dipenuhi dengan makanan-makanan berat untu...