Pasar Konstruksi Besar, Jumlah Insinyur Masih Kurang
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Sekretaris Jenderal Kementerian PUPR, Taufik Widjoyono, mengatakan pasar konstruksi Indonesia merupakan salah satu pasar terbesar di kawasan ASEAN, yakni mencapai US$ 267 miliar (Rp 3,6 miliar). Namun, hal itu tidak sebanding dengan jumlah tenaga kerja Indonesia di bidang konstruksi pada tahun 2015, yang hanya berjumlah 7,2 juta orang.
Dari jumlah tersebut sebanyak 109.000 tenaga ahli bersertifikat, 387.000 orang tenaga terampil, dan 478 orang disetarakan dapat bekerja di kawasan ASEAN.
Sekjen PUPR menyampaikan hal itu pada Kuliah Umum Peningkatan Kualitas Generasi Muda menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) Bidang Jasa Konstruksi di hadapan mahasiswa Fakultas Teknik Universitas Jember yang berkunjung ke Kementerian PUPR, Selasa (20/10).
“Daya saing global bidang konstruksi Indonesia masih tertinggal dari Singapura dan Malaysia. Pasar cukup besar tapi posisi belum begitu bagus. Artinya, jika MEA dibuka, pasar kita akan diambil negara tetangga, karena kita tidak bisa membendung tenaga konstruksi dari luar Indonesia,” kataTaufik.
Sekjen PUPR mencontohkan, di Indonesia perbandingan jumlah penduduk dan jumlah insinyur adalah 3.000 insinyur berbanding 1.000.000 penduduk. Dapat dibandingkan dengan perbandingan di Korea Selatan, 25.000: 1.000.000 penduduk. Untuk itu, penyiapan tenaga kerja bidang konstruksi menjadi keniscayaan. Tantangan besar adalah bagaimana meningkatkan infrastruktur yang sangat besar.
“Persentasi Insinyur dengan jumlah penduduk tersebut akan menentukan tingkat kemajuan infrastruktur di wilayahnya. Kondisi inilah harus dihadapi bersama, terutama bagi kementerian teknis dan perguruan tinggi,” kata Taufik.
Menurut Taufik, sarjana teknik tidak tertarik bekerja di bagian konstruksi di lapangan, atau membangun infrasturktur di daerah. Para insinyur lebih suka bekerja di bidang finansial atau di bidang teknik, untuk pembangunan mal di perkotaan.
Tantangan pelaku jasa konstruksi di Indonesia, salah satunya adalah ada peraturan yang tumpang tindih, rendahnya daya saing kontraktor, rendahnya mutu konstruksi, ini menjadi penting terkait dengan tingginya angka kecelakaan kerja di bidang konstruksi. Selain itu, juga rendahnya tenaga ahli dan tenaga terampil serta terbatasnya informasi konstruksi.
Lebih lanjut, Taufik Widjoyono menyampaikan dari sekian tantangan tersebut yang terkait adalah tenaga kerja. Semua tantangan bisa diselesaikan jika tenaga kerja berkualitas. Untuk itu perlu memperbaiki kualitas antara lain dengan sertifikat. Semua dimulai dari perguruan tinggi yang menghasilkan tenaga kerja konstruksi di inonesia.
Dalam lima tahun ke depan PUPR harus membangun jalan-jalan raya termasuk tol 1.000 km. Selain PUPR, pemerintah melalui kementerian lain juga akan membangun 15 bandara baru, pelabuhan, dan jalur kereta.
Selain pembangunan infrastruktur, PUPR juga mengembangkan kawasan-kawasan seperti kawasan industri dan kawasan perbatasan yang juga membutuhkan tenaga insinyur.
“Target PUPR, setiap perguruan tinggi yang menghasilkan sarjana teknik, akan diberi tambahan dua bulan pelatihan/kursus, untuk menjadi insinyur yang profesional yang bisa langsung praktek setelah lulus mendapat gelar sarjana teknik.
“Untuk itu, Ditjen Bina Konstruksi bertugas menyiapkan tenaga kerja ahli, terampil bidang konstruksi untuk dapat membangun infrastuktur yang andal untuk negeri,” kata Taufik.(pu.go.id)
Jerman Berduka, Lima Tewas dan 200 Terluka dalam Serangan di...
MAGDEBURG-JERMAN, SATUHARAPAN.COM-Warga Jerman pada hari Sabtu (21/12) berduka atas para korban sera...