Loading...
EKONOMI
Penulis: Sotyati 10:38 WIB | Selasa, 08 September 2015

“Pasar Malam” dan Momentum Kebangkitan Batik Kudus

“Pasar Malam” dan Momentum Kebangkitan Batik Kudus
Program Director Bakti Budaya Djarum Foundation Renitasari Adrian bersama perancang busana Denny Wirawan dalam Peragaan Tunggal Balijava - Denny Wirawan Koleksi Batik Kudus 2015 - 2016 di Grand Ballroom Hotel Indoensia Kempinski, 3 September. (Foto-foto: Arselan Ganin/Tim Muara Bagdja)
“Pasar Malam” dan Momentum Kebangkitan Batik Kudus
Atiqah Hasiholan, muse dalam peragaan tunggal Balijava.

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Kecintaan perancang busana Denny Wirawan kepada wastra Nusantara mempertemukannya dengan Bakti Budaya Djarum Foundation.  Sinergi itu diwujudkan dengan menggelar Peragaan Busana tunggal Balijava – Denny Wirawan, Koleksi Batik Kudus 2015-2016, bertema “Pasar Malam”, di Grand Ballroom Hotel Indonesia Kempinski, 3 September.  

Denny, yang mengawali kariernya di dunia mode pada 1991 ketika tampil menjadi finalis Lomba Perancang Mode Femina, mewujudkan kecintaannya pada wastra Nusantara dengan meluncurkan lini siap pakai dan siap pakai madya Balijava pada 2008 dan melempar ke pasar ritel pada 2009. Lini itu menjadi olah kreasi Denny secara khusus dengan menggunakan materi kain-kain Indonesia yang demikian beragam.

Pada sisi lain, Bakti Budaya Djarum Foundation, yang menjalankan misi untuk meningkatkan kecintaan dan apresiasi masyarakat terhadap kekayaan budaya Indonesia, tengah giat membangun kelompok pembatik muda di Kudus.

Batik kudus adalah cikal bakal batik pesisir. Miranti Serad Ginanjar, pembina Galeri Batik Kudus, mengingatkan batik kudus sangat terkenal di era 1940-an. Namun, seperti dikemukakan Direktur Program Bakti Budaya Djarum Foundation Renitasari Adrian, batik kudus dalam perjalanannya, banyak ditinggalkan pembatiknya, “Karena lebih senang bekerja sebagai buruh di pabrik.”

Kini, memasuki hitungan tahun kelima lembaga itu menggagas pembinaan dan mengadakan pelatihan rutin untuk mengangkat dan menghidupkan kembali industri dan motif batik kudus ke pasar ritel. “Ini pemberdayaan yang kami lakukan jika mereka tidak bekerja lagi sebagai buruh di pabrik,” Renitasari menambahkan.  

Dengan mengembalikan citra batik kudus, Renitasari juga berharap kelak Kudus yang dikenal sebagai Kota Kretek karena produksi rokok kreteknya, juga akan dikenal sebagai Kota Batik. Lembaga itu, menargetkan “menyulap” Jalan Dr Wahidin di Kudus menjadi sentra batik, menjadi bagian dari pariwisata Kudus selain kuliner dan rokok.

Melalui sinergi positif itu, dia juga berharap kolaborasinya bersama Denny Wirawan dapat diterima oleh pencinta mode Tanah Air. Pemilihan atas Denny, menurut Renitasari, di antaranya karena Denny memiliki label Balijava yang sudah memiliki pasar. Denny termasuk perancang busana favorit selebriti negeri ini.  Ia menangani busana panggung Konser Tiga Diva Krisdayanti, Titi DJ, Ruth Sahanaya (sebelum berganti nama, Red) pada 2006. Ia juga menangani kostum panggung Krisdayanti ketika tampil di Esplanade, Singapura, 2009, juga konser tunggal Ruth Sahanaya pada 2010.

“Dengan demikian, akan memberikan dampak pada masyarakat Kudus, dengan menghidupkan kembali industri batik  dan mengaktifkan pembatik muda,” kata Renitasari.

Jaminan “merawat” batik kudus itu juga dikemukakan Denny dalam temu pers. Kepeduliannya kepada batik kudus tidak berhenti pada peragaan busana tunggal malam itu dan memajang koleksinya di Alun-Alun Grand Indonesia.

Denny mengatakan akan ada karya lain olah kreasi dengan materi batik kudus. Dan, bagi Miranti, itu angin segar bagi pembatik muda binaannya.    

Editor : Sotyati


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home