Pasca Badai Pam, Vanuatu Hadapi Ancaman Kelaparan
PORT VILLA, SATUHARAPAN.COM – Empat bulan setelah badai Pam di Vanuatu - salah satu yang paling kuat yang tercatat di Kawasan Pasifik Selatan dan bantuan kemanusiaan yang berakhir - meninggalkan para penghuni negara kepulauan tersebut menghadapi masa depan yang genting yakni ancaman kelaparan.
Seperti diberitakan lemonde.fr, Senin (20/7). Di Pulau Tanna – terdampak langsung badai Pam pada 13 Maret 2015, pulau ini berjarak 200 kilometer dari ibukota Port Vila – masih terlihat bekas puing-puing dan sampah berceceran, ada beberapa pohon beringin bertumbangan ada yang sengaja sudah ditebang penduduk, nampak juga dari kejauhan atap gerja menjulang namun terdampar di tanah karena benar-benar dilucuti oleh hembusan badai yang berkecepatan lebih dari 320 km per jam itu, dan kini banyak orang sibuk membangun kembali rumah mereka dan ladang mereka.
“Saya takut saat ini banyak orang akan jatuh pada kelaparan. Tapi kelaparan mudah-mudahan tidak terjadi. Warga Vanuatu saya yakin sangat tangguh dan mampu memunculkan harapan kembali dalam kondisi normal, misalnya untuk mengumpulkan buah dan akar tumbuhan liar,” kata Christopher Bartlett, salah satu Direktur Badan Nasional Keamanan Pangan dan Pertanian Vanuatu.
Dia menyebut Vanuatu telah diklasifikasikan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sebagai negara yang paling terkena negara perubahan pada 2015, termasuk menyebabkan intensifikasi siklon tingkat tinggi dan adanya variabilitas yang tinggi antara kekeringan dan banjir.
Salah satu warga David, yang tinggal di wilayah Port Resolution menceritakan mereka mengkonsumsi makanan seadanya. “Kami memotong kayu beringin dan alpukat untuk balok, bambu untuk dinding dan daun kelapa kering untuk atap,” kata dia.
David menambahkan setelah mengumpulkan bahan makanan di hutan, dia dan keluarganya memiliki dua minggu untuk membangun rumah.
“Semua orang tahu bagaimana melakukannya,” kata David.
Di daerah pedesaan di Vanuatu yang terdampak badai tersebut banyak perumahan tradisional yang dapat memudahkan rekonstruksi dengan cepat dan murah.
Menurut lemonde.fr, di Pulau Tanna hampir setiap penduduk bergantung pada tanaman pangan yang mereka miliki dari kebun mereka. Celakanya, hampir semua tanaman rusak karena badai pam.
“Butuh waktu tiga bulan untuk bisa menikmati ubi jalar, sembilan bulan untuk tarot air, satu tahun untuk pisang, yah sementara menunggu, kami akan mengelola tanaman lain,” kata David.
Badai Pam
Badai Pam menerjang bagian selatan wilayah Samudera Pasifik sehingga menyebabkan kerusakan parah seperti di negara kepulauan Vanuatu pada Maret 2015. Sejumlah petugas PBB dan lembaga bantuan asing lainnya – kala itu – menjelaskan badai tersebut menewaskan ratusan orang.
Seorang petugas komunikasi lembaga World Vision di Port Vila Chloe Morrison mengatakan angin kencang telah mengangkat atap-atap rumah, pepohonan dan tiang listrik.
Direktur eksekutif UNICEF di Selandia Baru Vivien Maidaborn telah memperingatkan Badai Pam kali ini mungkin akan menjadi badai yang terburuk di kawasan tersebut. (lemonde.fr)
Baca Juga
Ikuti berita kami di Facebook
Editor : Bayu Probo
Berjaya di Kota Jakarta Pusat, Paduan Suara SDK 1 PENABUR Be...
Jakarta, Satuharapan.com, Gedung Pusat Pelatihan Seni Budaya Muhammad Mashabi Jakarta Pusat menjadi ...