Pastor Gereja Santa Bernadette: Berdoalah Bagi Orang yang Membenci Kita
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Gereja Katolik Santa Bernadette, Ciledug, Tangerang Selatan, pada hari Minggu (22/9) didemo massa yang mengatasnamakan warga sekitar. Unjuk rasa tersebut dilakukan setelah selesai ibadah (misa) dan tidak ada aksi anarkis.
“Mereka pun sebelum demo minta izin dulu ke kita (pihak gereja) dan kepolisian. Mereka sampaikan tuntutan tidak boleh ada pembangunan gereja dan tidak boleh ada peribadatan,” kata Pastor Paroki Paulus Dalu Lubur, 50, Selasa (1/10), di Pastoran yang bertempat di Ciledug, Tangerang Selatan.
Gereja Santa Bernadette yang berlokasi di Graha Raya, Kecamatan Pinang, Ciledug, Tangerang Selatan, kondisinya masih digembok oleh warga, dengan spanduk, poster, sampai coretan dinding yang bertuliskan kata-kata anarkis.
Pemberitaan Media Sebelumnya Tidak Benar
“Mereka datang dengan pakaian putih, sorban merah, seperti orang yang ingin menghadapi musuh besarnya saja. Mereka datang mengatasnamakan warga, tetapi pada kenyataannya banyak juga warga yang tidak berdemo, banyak warga yang juga mendukung kita, bahkan ustad, haji, mereka berpihak pada kita dalam pembangunan gereja ini.” kata Pastor Paulus.
“Tidak ada embel-embel ormas (organisasi masyarakat). Selama ini orang beranggapan buruk tentang ormas seperti FPI, FBR, justru orang-orang ini ada yang membantu kami mengurus gereja. Mereka tidak keberatan membantu kita. Meskipun ada warga yang tidak mendukung tapi banyak dari mereka tidak menyukai aksi demo tersebut. Mereka tidak keberatan ada gereja di lokasi mereka.”
Meski aksi demo penolakan mengatasnamakan warga, tapi tidak semua warga menolak didirikannya gereja di situ, ungkap Pastor Paulus.
Pastor Paulus menjelaskan, pemberitaan media sebelumnya tidak benar yang menyebutkan ada 2.000-an pendemo. Pendemo tidak sampai 500 orang, itu pun kebanyakan ibu-ibu dan anak-anak kecil. Media massa banyak yang wawancara pihak lain tapi tidak konfirmasi ke pihak gereja, jadi selama ini media massa hanya memberitakan satu pihak.
Pastor Paulus mengungkapkan keprihatinannya terhadap anak-anak Indonesia ini, dari kecil sudah diindoktrinasi dengan kekerasan dan intimidasi. Bagaimana dengan nasib bangsa ini selanjutnya?
Umat Tetap Beribadah dengan Aman
Namun demikian, meskipun masih terdapat spanduk dan tulisan-tulisan anarkis di depan bangunan gereja yang seluas 6.600 m2 tersebut, umat tetap melakukan ibadah pada hari minggu dengan aman. “Mereka boleh menuntut, tuntutan mereka kami dengar, tapi beribadah jalan terus. Kami masih mau tunggu kapan polisi dan tentara turun untuk masalah ini,” kata Pastor Paulus.
Bangunan gereja tersebut masih kosong, hanya ada satu bedeng dan satu poliklinik yang digunakan untuk kegiatan misa. Dalam kondisi gereja digembok warga yang menolak, umat tetap beribadah digereja yang sudah 23 tahun berdiri tersebut, dan tetap berjuang demi sebuah rumah ibadah yang layak.
11.000 Umat Tidak Punya Tempat Ibadah
Sebelumnya umat Gereja Paroki Santa Bernadette melakukan ibadah di Sekolah Sang Timur, Ciledug. Saat hari besar seperti Natal dan Paskah umat biasanya menyewa tempat, misalnya di gedung Universitas Budi Luhur, Jakarta Selatan atau di Komplek Tentara, Tangerang Selatan.
Namun, pada 2004, setelah didemo oleh berbagai ormas berpaham garis keras, Sekolah Sang Timur akhirnya ditutup untuk kegiatan peribadatan sejak saat itu.
Saat ini umat Paroki Santa Bernadette yang berjumlah sekitar 11.000 orang yang masih tidak punya gereja, melakukan ibadah ada di beberapa tempat selain di Graha Raya, Gereja Paroki Maria Kusuma Karmel, dan Ciledug Indah, Metro Permata, Pondok Lestari, dan di daerah Joglo.
Berdoalah Bagi Orang yang Membenci Kita
Pembangunan sebuah rumah ibadah sebagaimana bukan hanya pengalaman Gereja Santa Bernadette saja, tapi semua upaya pembangunan gereja di pulau Jawa ini, saat non-muslim merupakan minoritas, selalu terjadi aksi penolakan yang sama. Meskipun izin dari pemerintah setempat sudah dikeluarkan, namun dari sisi sosial budaya masyarakat sekitar selalu menjadi masalah yang terlalu dibesar-besarkan.
Iman kita mengajarkan menjadi murid Yesus memang tidak mudah, setiap hari harus memikul salib-Nya. Ini belum seberapa dibanding salib Yesus, belum sampai ada pertumpahan darah, meskipun demikian bukan berarti kita mengharapkan ada pertumpahan darah.
Jika ditampar pipi kiri, berikan pipi kanan, yang berarti iman katolik menyelesaikan masalah bukan dengan kekerasan, tapi dengan cinta kasih. Oleh karena itu, dialog, mediasi, jalan damai tetap jadi hal utama.
Maka tidak perlu kalau mereka berbuat kekerasan kita juga balas dengan kekerasan, karena jika demikian bisa menyulut kemarahan dan bisa menyebar kemana-mana. Supaya menghindari diri dari konflik horizontal. Inilah pesan injil, agar kita berdoa bagi orang yang membenci kita.
Editor : Bayu Probo
Jenderal Rusia Terbunuh oleh Ledakan di Moskow, Diduga Dilak...
MOSKOW, SATUHARAPAN.COM-Kementerian Luar Negeri Rusia mengatakan pada hari Rabu (18/12) bahwa Rusia ...