Pasukan Helm Biru Akan Gunakan Drone
SATUHARAPAN.COM – Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) memperingati 66 tahun pasukan perdamaian, hari Kamis (29/5). Pasukan ini dikenal sebagai pasukan helm biru yang menandai seragam yang khas dari pasukan gabungan dari berbagai negara.
Wakil Sekjen PBB untuk Operasi Penjaga Perdamaian, Herve Ladsous, menyebutkan pasukan PBB itu sebagai “pasukan untuk perdamaian, angkatan untuk perubahan, dan angkatan untuk masa depan.
Menurut Ladsous, pasukan PBB akan menggunakan pesawat udara tak berawak (UUAVs) atau drone untuk lebih efektif mengawasi pergerakan kelompok bersenjata dalam upaya melindungi secara efektif masyarakat sipil yang rentan.
“Kita mampu untuk menjadi pasukan modern dan menggunakan teknologi terbaru untuk memantau pergerakan kelompok bersenjata dan memungkinkan kita untuk lebih melindungi masyarakat yang rentan,” kata Ladsous.
Pasukan helem biru ini bekerja sejak 1948 dan melaksanakan 70 operasi. Sekjen PBB, Ban Ki-moon memberikan penghormatan kepada keluarga dabn pasukan PBB yang menjadi korban, dalam acara International Day of UN Peacekeepers.
Sejak bertugas sekitar 3.200 anggota pasukan penjaga perdamaian meninggal dalam tugas, dan 106 pasukan meninggal pada tahun lalu. "Kami berduka atas meninggalnya setiap salah satu dari orang-orang yang berani. Kami berduka dengan teman-teman dan keluarga mereka dan kami komitmen kita untuk memastikan bahwa kontribusi mereka terhadap perdamaian tidak akan pernah terlupakan," kata ban.
Sekarang ini tercatat ada lebih dari 116.000 personil pasukan penjaga perdamaian PBB dari lebih dari 120 negara bertugas di 16 operasi penjaga perdamaian. "Mereka pada risiko pribadi yang besar … dalam membantu menstabilkan masyarakat, melindungi warga sipil, mempromosikan ketaatan hukum dan memajukan hak asasi manusia,” kata Ban.
Landsous mengatakan bahwa misi penjaga perdamaian PBB meningkatkan teknologi untuk membantu pasukan yang bertugas untuk misi PBB. Misi penjaga perdamaian PBB harus menyebarkan lebih drone agar lebih efektif dalam menjalankan tugas yang lebih aman.
Pesawat tanpa awak itu dibutuhkan untuk pasukan yang bertugas di Mali, Republik Afrika Tengah dan Sudan Selatan yang terus bergolak oleh konflik bersenjata. "Jelas kami tidak dapat terus bekerja pada era abad ke-21 dengan peralatan abad ke-20,” kata dia.
AS Laporkan Kasus Flu Burung Parah Pertama pada Manusia
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM-Seorang pria di Louisiana, Amerika Serikat, menderita penyakit parah perta...