Paus Bentuk Komisi Diakon Perempuan
VATIKAN, SATUHARAPAN.COM - Paus Fransiskus membentuk sebuah komisi khusus untuk meneliti peran diakon perempuan dalam Gereja Katolik. Paus Fransiskus menunjuk Uskup Agung Luis Francisco Ladaria Ferrer, sekretaris Kongregasi untuk Ajaran Iman, sebagai ketua komisi dengan 13 anggota itu.
Selain Ladaria, enam perempuan dan enam laki-laki dari lembaga akademis di seluruh dunia akan menjadi anggota komisi itu, kata pernyataan itu, seperti yang dikutip dari voaindonesia.com.
Vatikan tidak menetapkan tanggal bagi komisi itu untuk mulai bekerja, atau tenggat untuk mencapai kesimpulan.
Paus Fransiskus, menerima proposal untuk membuat komisi studi resmi itu dalam pertemuan tertutup, dengan sekitar 900 kepala berbagai ordo biarawati gereja Katholik yang berkumpul di Roma, untuk pertemuan tiga tahunan mereka pada tanggal 12 Mei 2016.
Vatikan mengatakan dalam sebuah rilis, mengumumkan komisi pada Selasa (2/8), bahwa Paus telah memutuskan untuk membuat grup "setelah doa dan perenungan matang" dan menginginkannya terutama untuk mempelajari sejarah diakonat perempuan "di masa-masa awal gereja". Nama resmi yang diberikan kepada kelompok adalah "Komisi Kajian Diakonat Perempuan". Anggota komisi termasuk ahli teologi patristik, eklesiologi, dan spiritualitas.
Di antara nama-nama itu adalah Sr Mary Melone dari biarawati Fransiskan, yang mengepalai Roma Universitas Kepausan Antonianum, dan Phyllis Zagano, peneliti senior associate-in-residence di Hofstra University di New York yang juga seorang kolumnis NCR.
Selama sesi tanya jawab dengan Paus pada 12 Mei 2016 lalu, para wanita mengatakan kepada Paus, bahwa perempuan telah menjabat sebagai diaken di gereja mula-mula dan bertanya: "Mengapa tidak membangun sebuah komisi resmi yang mungkin mempelajari pertanyaan"?
"Saya setuju," jawab Paus. "Saya akan berbicara dengan melakukan sesuatu seperti ini," kata Paus, seperti dikutip ncronline.org.
Keterbukaan Paus Fransiskus, untuk mempelajari kemungkinan wanita melayani sebagai diaken bisa mewakili pergeseran bersejarah bagi Gereja Katolik global, yang tidak menahbiskan perempuan sebagai pendeta.
Paus Yohanes Paulus II mengatakan pada tahun 1994 melalui surat kerasulannya, Ordinatio Sacerdotalis, bahwa "Gereja tidak memiliki wewenang apa pun" untuk menahbiskan perempuan sebagai imam, mengutip Yesus hanya memilih laki-laki untuk melayani sebagai rasul-Nya.
Langkah Paus Fransiskus itu tidak mengindikasikan bahwa gereja akan mengizinkan perempuan untuk menjadi imam. Salah satu pendahulunya, Paus Yohanes Paulus II, terang-terangan menolak kemungkinan itu setelah studi tahun 1994.
Kedudukan diakon berada di bawah seorang imam, dan seperti semua pelayan Katolik lainnya yang ditahbiskan, kedudukan diakon diduduki oleh laki-laki.
Diakon adalah pelayan yang ditahbiskan, tetapi bukan pastur atau imam. Mereka dapat melakukan banyak fungsi imamat, seperti memimpin upacara pernikahan, pembaptisan dan pemakaman, dan berkhotbah, tetapi tidak merayakan Misa atau mendengar pengakuan dosa.
Editor : Sotyati
Daftar Pemenang The Best FIFA 2024
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Malam penganugerahan The Best FIFA Football Awards 2024 telah rampung dig...