Paus Desak Rekonsiliasi AS, Kecam Rasisme dan Kekerasan
VATICAN CITY, SATUHARAPAN.COM - Paus Fransiskus menyerukan rekonsiliasi nasional di Amerika Serikat, mengatakan bahwa sementara rasisme tidak dapat ditoleransi, kekerasan jalanan yang timbul merupakan "penghancuran diri dan penaklukan diri".
Paus berbicara terkait ketegangan di AS, dengan unjuk rasa yang telah berlangsung selama lima malam akibat kematian seorang pria kulit hitam dalam tahanan polisi.
Ia mendedikasikan seluruh bagian berbahasa Inggris dalam audiensi mingguan untuk membahas kekacauan di AS.
Paus menyebut kematian George Floyd, seorang warga Afrika-Amerika berusia 46 tahun yang meninggal dunia setelah seorang polisi berkulit putih menekan leher Floyd dengan lututnya selama sembilan menit sebagai sesuatu yang "tragis".
Fransiskus mengatakan ia berdoa untuk semua orang yang meninggal dunia akibat "dosa rasisme", termasuk Floyd.
"Teman-temanku, kita tidak bisa menenggang atau menutup mata terhadap rasisme dan pengucilan dalam bentuk apa pun, namun menyatakan untuk membela kesucian setiap kehidupan manusia," kata Paus Fransiskus, Rabu (3/6).
"Pada saat yang sama, kita harus mengakui bahwa kekerasan dalam beberapa malam terakhir ini merusak dan menghancurkan diri sendiri. Tidak ada yang bisa diperoleh dengan kekerasan dan begitu banyak yang hilang," ia melanjutkan.
Paus meminta warga Amerika memohon kepada Tuhan untuk "rekonsiliasi nasional dan perdamaian yang kita dambakan".
Presiden AS Donald Trump mendapat kecaman dari para pemimpin Kristen yang mengkritiknya karena menggunakan simbol agama sebagai latar belakang untuk berfoto.
Mereka mengutuk pemindahan paksa para demonstran damai di dekat Gedung Putih pada Senin, agar Trump dapat difoto dengan pose memegang Alkitab di depan sebuah gereja Episcopalian.
Pada Selasa, umat Katolik memprotes ketika Trump melaju ke kesempatan berfoto di sebuah tempat suci yang didedikasikan untuk Santo Paus Yohanes Paulus II.
Uskup Katolik Roma di Washington Wilton Gregory mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa Yohanes Paulus "tentu saja tidak akan membiarkan penggunaan gas air mata dan penghalang lainnya untuk membungkam, membubarkan, atau mengintimidasi mereka hanya untuk kesempatan berfoto di depan tempat ibadah dan perdamaian".
Gregory, yang berkulit hitam, mengkritik para pengelola tempat suci itu, dengan mengatakan "membingungkan dan tercela bahwa fasilitas Katolik mana pun akan membiarkan dirinya disalahgunakan dan dimanipulasi dengan cara yang sangat mengerikan". (Reuters)
Beijing Buka Dua Mausoleum Kaisar Dinasti Ming untuk Umum
BEIJING, SATUHARAPAN.COM - Dua mausoleum kaisar di Beijing baru-baru ini dibuka untuk umum, sehingga...