Paus Inginkan Tahun Baru Tidak Tolerir Pelecehan Anak
VATIKAN, SATUHARAPAN.COM – Dalam surat yang dikirim kepada para uskup di seluruh dunia dalam rangka memeringati “Holy Innocents” atau, mengutip dari Wikipedia merujuk pada peringatan peristiwa "Pembantaian Kanak-kanak Suci", Paus Fransìskus menyesalkan banyak anak di dunia yang menderita akibat perang, perbudakan, dan berbagai bentuk kekerasan lain, termasuk yang dilakukan di dalam gereja.
Seperti diberitakan Catholic News Agency, pada hari Senin (2/1), Paus Fransiskus mengemukakan gereja tidak hanya mendengar teriakan dari anak-anak di seluruh dunia yang menderita karena perang, perbudakan dan kekurangan gizi, tapi juga merasakan penderitaan mereka.
Paus Fransiskus mengalamatkan surat tertanggal 28 Desember 2016 tersebut kepada sejumlah uskup di dunia, dalam merayakan “Holy Innocents” atau Pembantaian Kanak-kanak Suci. Perayaan tersebut adalah peringatan yang dilakukan umat Katolik, dengan mengacu kepada Alkitab, dalam rangka memperingati anak-anak yang ditawan oleh Raja Herodes yang berupaya mencari bayi Yesus.
Dia mengakui dosa beberapa imam di berbagai gereja di dunia yang menyebabkan penderitaan anak-anak, karena beberapa imam pernah diberitakan melakukan pelecehan kepada anak di bawah umur yang menyebabkan penderitaan, dan rasa sakit.
“Ini adalah dosa yang mempermalukan kita. Orang yang seharusnya bertanggung jawab untuk melindungi anak-anak, malah menghancurkan martabat mereka. Kami menyesalinya dengan sangat dan kami mohon maaf,” kata Paus Fransiskus.
Dalam merayakan “Holy Innocents” atau Pembantaian anak anak Suci, Paus Fransìskus meminta para uskup di dunia memperbaharui komitmen bahwa kekejaman terhadap anak tidak akan lagi terjadi di tengah-tengah masyarakat.
“Mari kita sama-sama memiliki keberanian mengambil seluruh tindakan penting yang dibutuhkan untuk melindungi kehidupan anak-anak, sehingga kejahatan terhadap anak-anak tidak akan pernah terjadi. Dalam kasus tersebut, kita diharapkan menerapkan toleransi nol (tidak menoleransi) tindakan kekerasan terhadap anak,” kata dia.
Dalam berbagai kesempatan, sejak ditahbiskan, Paus Fransiskus mempromosikan toleransi nol (tidak ada toleransi) kepada pelaku pelecehan seksual terhadap anak-anak. Dia telah sering bertemu korban, dan kerabat pelecehan seksual dalam berbagai kesempatan berbeda.
Pada tahun 2015 saat berada di Amerika Serikat, Paus bertemu sekelompok korban pelecehan seksual. Saat itu dia mengecam tindakan pelecehan terhadap anak-anak, karena banyak pihak yang menutup-nutupi kisah anak-anak yang telah mengalami perkosaan.
Puji Paus Benediktus
Paus Fransiskus, dalam catatan Catholic News Agency pada Februari 2016 di Meksiko, pernah memuji peran paus sebelumnya, Paus Benediktus XVI yang sering mendapat pujian karena Paus Benediktus XVI berjuang saat tidak berdaya untuk menunjukkan siapa dirinya, hingga mampu menunjukkan dirinya.
Paus Fransiskus mengatakan saat paus yang memiliki nama asli Joseph Ratzinger tersebut masih menjadi kardinal di Vatican Congregation for the Doctrine of Faith atau Kongregasi Doktrin Iman di Vatikan, memiliki seluruh wewenang untuk melakukan investigasi dan juga eksekusi.
Paus Fransiskus juga memiliki pegangan sendiri saat dia harus melayani berbagai kasus pelecehan. Hal tersebut dia buktikan, menurut Catholic News Agency, saat mendirikan “Commision for The Protection of Minors” atau Komisi Perlindungan untuk Anak-anak di Bawah Umur, pada tahun 2013 atau di awal-awal dia ditahbiskan sebagai Paus Fransiskus.
Pada Juni 2016, dia menerbitkan sebuah panduan yang berjudul “Like a Loving Mother”. Apabila seorang uskup alpa mengawasi anak-anak, itu adalah alasan terkuat mengeluarkan uskup tersebut dari kantor.
Paus Fransiskus juga menciptakan pengadilan di Vatikan untuk mengadili uskup yang melalaikan tanggung jawabnya. Sejauh ini terdapat tiga uskup asal Amerika Serikat yang mengundurkan diri karena alasan dituduh melakukan pelecehan seksual yakni Uskup Robert Finn dari Kansas, Amerika Serikat, kemudian Uskup Kepala John Nienstedt, dan Uskup Lee A Piché.
Sesalkan Penderitaan Anak-anak
Dalam surat kepada para uskup, Paus Fransiskus mencatat banyak anak yang menderita dan meninggal dunia akibat berbagai pelecehan.
Bapa Suci menekankan bahwa makna “palungan” dalam Natal berarti membuka mata dan telinga setiap manusia agar melihat apa yang terjadi di sekeliling setiap individu, sehingga hati setiap manusia terbuka terhadap penderitaan tetangga kita, apalagi bila ada anak-anak yang terlibat dalam penderitaan tersebut.
Paus Fransiskus menerangkan tentang Santo Yosef yang sadar tentang keadaan yang ada di sekelilingnya, dan menginterpretasikan situasi tersebut dengan cara realistis. “Pastor pada masa kini harus benar-benar cermat, dan jangan tuli terhadap suara Tuhan, dan lebih sensitif terhadap apa yang terjadi di sekitar kita,” kata Paus Fransiskus.
“Santo Yosef sebagai panutan kita, meminta agar kita tidak larut dalam kegembiraan. Kita perlu merespons realitas yang ada, dan membangkitkannya dalam genggaman tangan kita. Kita harus melindungi kebahagiaan tersebut dari Herodes di era modern yang mungkin akan merenggut kepolosan anak-anak kita,” kata Paus Fransiskus.
Paus Fransiskus menjelaskan kepolosan anak-anak di era modern terenggut oleh perbudakan anak, eksploitasi dan prostitusi. “Kepolosan itu tertutupi oleh perang yang memaksa orang berpindah tempat, sehingga banyak anak yang masuk atau terlibat dalam organisasi kriminal, yang mengeksploitasi kebutuhan dasar anak-anak,” kata Paus Fransiskus.
Dia mencatat setidaknya, berdasar statistik, saat ini ada 75 juta anak-anak yang berada dalam situasi krisis karena tidak berpendidikan, dan satu pertiga dari anak-anak yang tidak tinggal di tempat asal mereka karena terpaksa mengungsi.
Dengan merujuk kepada data dari organisasi Perserikatan Bangsa-bangsa yang mengurusi anak-anak, UNICEF, Paus Fransiskus memprediksi, bila tidak ada perubahan situasi terkini, maka akan ada 167 juta anak-anak yang hidup dalam kemiskinan ekstrem pada 2030, sementara itu ada 69 juta anak-anak berusia di bawah umur akan meninggal dunia dalam rentang waktu antara 2016 hingga 2030, sementara 16 juta anak-anak tidak akan mengenyam pendidikan dasar. (catholicnewsagency.com)
Editor : Sotyati
Mencegah Kebotakan di Usia 30an
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Rambut rontok, terutama di usia muda, bisa menjadi hal yang membuat frust...