Paus Keluarkan Dokumen Terkait Reformasi, Desentralisasi dan Peran Perempuan di Gereja
VATICAN, SATUHARAPAN.COM - Gereja Katolik tidak akan mengubah posisi yang tidak menerima imam perempuan. Demikian dikatakan Paus Fransiskus. Namun dia menyebutkan untuk tidak hanya mengaitkannya dengan pengambilan keputusan untuk penahbisan, melainkan membuka kemungkinan perempuan memiliki suara dalam musyawarah.
Paus mengungkapkan hal itu dalam seruan kerasulannya, "Evangelii Gaudium" (The Joy of Gospel / Suka Cita Injil) seperti dikutip catholicnews.com, Selasa (26/11). Paus mengatakan bahwa diperlukan keterlibatan semua umat Katolik, sebagai misionaris dan dalam merevisi struktur dan program pastoral untuk memastikan mereka fokus pada misi.
"Saya mengakui bahwa banyak perempuan berbagi tanggung jawab pastoral dengan imam, membantu untuk membimbing orang-orang, keluarga dan kelompok, serta menawarkan kontribusi baru untuk refleksi teologis," tulis Paus.
Pada saat yang sama, dia berkata, "Menuntut bahwa hak hukum perempuan dihormati, didasarkan pada keyakinan bahwa pria dan wanita adalah sama dalam martabat, namun juga dihadapkan dengan pertanyaan-pertanyaan mendalam dan menantang yang tidak dapat dihindari."
Kekuasaan dan Pelayanan
"Menjaga imamat untuk laki-laki, sebagai tanda pasangan Kristus yang memberikan dirinya dalam Ekaristi, bukan pertanyaan terbuka untuk diskusi," kata Paus. “Namun hal itu terbukti dapat sangat memecah belah jika daya sakramen diidentifikasi terlalu dekat dengan kekuasaan secara umum."
Gagasan bahwa penahbisan sama dengan kekuasaan tidak hanya merampas kontribusi berharga dari perempuan pada gereja, kata dia, namun juga menyajikan pandangan sesat tentang imamat dan sakramen-sakramen.
"Konfigurasi imam kepada Kristus sebagai kepala, yaitu sebagai sumber utama rahmat, tidak menyiratkan tentang peninggian yang menempatkan dirinya di atas orang lain," tulis Paus Fransiskus. "Di gereja, fungsi tidak mendukung keunggulan berhadapan dengan yang lain."
Bahkan ketika mempertimbangkan peran imam dalam struktur hirarkis gereja, kata dia, "harus diingat bahwa hal itu sepenuhnya memerintahkan kepada kesucian sebagai anggota Kristus." Kunci dan sumbu untuk tidak memahami kekuasaan sebagai dominasi, tapi kekuatan untuk melayani sakramen Ekaristi. Ini adalah asal dari kewenangannya, yang selalu merupakan pelayanan kepada umat Allah.”
Paus Fransiskus mengatakan bahwa gereja dan masyarakat membutuhkan perempuan dan selalu mendapat manfaat dari kontribusi mereka, termasuk "kepekaan, intuisi dan keahlian khusus lainnya yang mereka miliki cenderung lebih ketimbang pria.”
"Saya pikir, misalnya, tentang perhatian khusus yang ditunjukkan perempuan kepada orang lain, dalam ekspresi sebagai ibu. Kita perlu menciptakan peluang yang masih luas untuk kehadiran perempuan lebih tegas di dalam gereja, termasuk kemungkinan peran perempuan dalam pengambilan keputusan di berbagai bidang kehidupan gereja."
Desentralisasi
Selain itu, dalam dokumen setebal 85 halaman, Paus juga mengeluarkan pernyataan tentang bagaimana Gereja Katolik harus direformasi untuk membangun gereja yang berbelas kasih dalam membantu orang yang membutuhkan pertolongan.
Dia menjelaskan pernyataan paling kontroversial yang mengkritik obsesi gereja tentang transmisi dan keterputusan doktrin dan moral. Dia mengatakan bahwa dalam "hirarki kebenaran” gereja, rahmat adalah yang terpenting, diperlukan proporsi, mengundang umat beriman untuk masuk.
Fransiskus, sebagaimana dikutip aljazeera.com, juga menyerukan otoritas gereja untuk lebih terdesentralisasi, kekuasaan harus didelegasikan jauh dari Vatikan.
Tentang reformasi itu, Paus mengatakan terbuka terhadap saran berkaitan tentang cara mengubah sifat kepausan dan hubungannya dengan konferensi uskup di dunia . Tujuannya untuk membuat kepausan lebih baik dalam mencerminkan apa yang Yesus maksudkan, dan apa diperlu gereja hari ini.
"Sentralisasi yang berlebihan, bukannya membuktikan membantu, melainkan mempersulit kehidupan gereja dan jangkauannya dalam misinya,'' kata dia.
Paus bahkan melangkah lebih jauh dengan mengatakan bahwa beberapa kebiasaan dalam sejarah gereja dapat saja dibuang jika hal itu tidak lagi untuk melayani dan berkomunikasi dalam iman.
"Saya tidak ingin gereja mengarahkan perhatian pada pusat dan kemudian berakhir menjadi terperangkap dalam jarring obsesi dan prosedur,” kata dia. Dia juga mengatakan kekhawatiran terbesarnya pada kaum miskin dan terpinggirkan. Sebab, mereka adalah korban dari sistem ekonomi global yang tidak adil.
Jakbar Tanam Ribuan Tanaman Hias di Srengseng
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Suku Dinas Pertamanan dan Hutan Kota Jakarta Barat menanam sebanyak 4.700...