PBB Akan Voting Resolusi Yang Meminta Rusia Bayar Kompensasi pada Ukraina
PBB, SATUHARAPAN.COM-Majelis Umum Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) menjadwalkan pemungutan suara pada hari Senin mendatang untuk resolusi yang akan meminta Rusia bertanggung jawab atas pelanggaran hukum internasional dengan menyerang Ukraina, termasuk dengan membayar ganti rugi.
Rancangan resolusi, yang diperoleh hari Selasa (8/11) oleh The Associated Press, akan mengakui kebutuhan untuk membentuk “mekanisme internasional untuk reparasi atas kerusakan, kehilangan atau cedera” yang timbul dari “tindakan salah” Rusia terhadap Ukraina.
Ini akan merekomendasikan bahwa 193 negara anggota majelis, bekerja sama dengan Ukraina, membuat "daftar internasional" untuk mendokumentasikan klaim dan informasi tentang kerusakan, kehilangan atau cedera pada Ukraina dan pemerintah yang disebabkan oleh Rusia.
Hak veto Rusia di Dewan Keamanan beranggotakan 15 negara telah memblokir badan paling kuat di PBB itu untuk mengambil tindakan apa pun sejak Presiden Vladimir Putin memerintahkan pasukannya untuk menyerang Ukraina pada 24 Februari. Tetapi tidak ada veto di Majelis Umum, yang telah mengadopsi empat resolusi yang mengkritik invasi Rusia.
Tidak seperti resolusi Dewan Keamanan, resolusi Majelis Umum tidak mengikat secara hukum, tetapi mereka mencerminkan opini dunia dan telah menunjukkan penentangan luas terhadap aksi militer Rusia.
Permintaan Rusia Tarik Pasukan
Resolusi diusulkan disponsori bersama oleh Kanada, Guatemala, Belanda dan Ukraina. Juru bicara Majelis Umum, Paulina Kubiak, mengatakan pada hari Selasa bahwa tidak akan ada perdebatan mengenai rancangan resolusi, tetapi negara-negara dapat memberikan penjelasan tentang suara mereka sebelum atau setelah majelis mengambil tindakan.
Resolusi itu akan menegaskan kembali komitmen Majelis Umum PBB erhadap “kedaulatan, kemerdekaan, persatuan, dan integritas wilayah” Ukraina dan menegaskan kembali permintaannya kepada Rusia untuk segera “menghentikan penggunaan kekuatannya terhadap Ukraina” dan menarik semua pasukannya dari wilayah Ukraina.
Ini juga akan mengungkapkan “keprihatinan besar atas hilangnya nyawa, pengungsian sipil, penghancuran infrastruktur dan sumber daya alam, hilangnya properti publik dan pribadi, dan bencana ekonomi yang disebabkan oleh agresi Federasi Rusia terhadap Ukraina.”
Draf tersebut mengingatkan bahwa Pasal 14 Piagam PBB memberi wewenang kepada Majelis Umum untuk “merekomendasikan langkah-langkah untuk penyesuaian damai dari situasi apa pun … yang dianggapnya mungkin mengganggu kesejahteraan umum hubungan persahabatan di antara negara-negara termasuk pelanggaran Piagam.
Ini juga mengacu pada resolusi Majelis Umum yang diadopsi pada 16 Desember 2005, berjudul “Prinsip-Prinsip Dasar dan Pedoman Hak atas Pemulihan dan Reparasi bagi Korban Pelanggaran Berat Hukum Hak Asasi Manusia Internasional dan Pelanggaran Serius Hukum Humaniter Internasional.”
Segera setelah invasi Rusia, Majelis Umum mengadopsi resolusi pertamanya pada 2 Maret yang menuntut gencatan senjata Rusia segera, penarikan semua pasukannya dan perlindungan bagi semua warga sipil dengan pemungutan suara 141-5 dengan 35 abstain.
Pada 24 Maret, majelis memberikan suara 140-5 dengan 38 abstain pada resolusi yang menyalahkan Rusia atas krisis kemanusiaan Ukraina dan mendesak gencatan senjata segera dan perlindungan bagi jutaan warga sipil dan rumah, sekolah, dan rumah sakit yang penting bagi kelangsungan hidup mereka.
Majelis memberikan suara 93-24 dengan 58 abstain pada 7 April, jauh lebih rendah daripada dua resolusi pertama, untuk menangguhkan Rusia dari badan hak asasi manusia, Dewan Hak Asasi Manusia, atas tuduhan bahwa tentara Rusia di Ukraina terlibat dalam pelanggaran hak, dan bahwa Amerika Serikat dan Ukraina telah menyebut kejahatan perang.
Tetapi pada 12 Oktober, majelis memberikan suara besar sekali lagi, 143-5 dengan 35 abstain, untuk mengutuk “upaya pencaplokan ilegal” Rusia atas empat wilayah Ukraina dan menuntut pembalikan segera, wilayah Ukraina. (AP)
Editor : Sabar Subekti
Albania akan Blokir TikTok Setahun
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Pemerintah Albania menyatakan akan memblokir media sosial TikTok selama s...