Loading...
HAM
Penulis: Sabar Subekti 16:27 WIB | Sabtu, 22 Juli 2023

PBB: Ancaman Rusia terhadap Kapal biji-bijian Sipil Laut Hitam Tidak Dapat Diterima

Kapal kargo biji-bijian curah TQ Samsun berlabuh di Laut Hitam dekat pintu masuk Selat Bosphorus di Istanbul, T rkiye, Senin, 17 Juli 2023. (Foto: AP)

PBB, SATUHARAPAN.COM-Ancaman terhadap kapal sipil di Laut Hitam "tidak dapat diterima," kata seorang pejabat senior PBB (Perserikatan Bangsa-bangsa) pada hari Jumat (21/7) menyusul pernyataan Moskow dan Kiev setelah Rusia menarik diri dari kesepakatan ekspor biji-bijian utama.

Rusia mengumumkan pada hari Senin bahwa mereka menarik diri dari inisiatif, yang memungkinkan ekspor biji-bijian Ukraina dengan aman, secara efektif mengakhiri perjanjian yang ditandatangani pada Juli tahun lalu antara Moskow, Kiev, Istanbul dan PBB.

Otoritas Rusia kemudian mengumumkan bahwa mereka akan mempertimbangkan setiap kapal yang menuju pelabuhan biji-bijian Ukraina di Laut Hitam sebagai target militer.

Kiev menanggapi dengan mengeluarkan peringatan kepada kapal yang menuju pelabuhan yang dikuasai Rusia.

"Ancaman mengenai potensi penargetan kapal sipil yang berlayar di perairan Laut Hitam tidak dapat diterima," kata wakil sekretaris jenderal PBB untuk urusan politik, Rosemary DiCarlo, kepada Dewan Keamanan PBB.

"Kami juga prihatin dengan laporan tentang ranjau laut yang diletakkan di Laut Hitam, yang membahayakan navigasi sipil.

"Kami sangat mendesak menahan diri dari retorika atau tindakan lebih lanjut yang dapat memperburuk situasi yang sudah berbahaya," tambahnya.

DiCarlo menambahkan bahwa penarikan Rusia dari kesepakatan biji-bijian, "ditambah dengan pengebomannya terhadap pelabuhan-pelabuhan penting, akan semakin memperparah krisis."

Dia mengatakan PBB akan melanjutkan upayanya untuk mengizinkan biji-bijian Ukraina dan Rusia, sumber makanan utama dunia, untuk mencapai pasar global.

Kepala urusan kemanusiaan PBB, Martin Griffiths, mengatakan pekan ini adalah salah satu "kesedihan dan kekecewaan." Tapi bagi banyak dari 362 juta orang yang membutuhkan bantuan kemanusiaan di seluruh dunia, itu adalah "ancaman bagi masa depan mereka".

"Mereka tidak sedih, mereka marah, mereka khawatir, mereka khawatir. Beberapa akan kelaparan. Beberapa akan kelaparan, banyak yang mungkin mati sebagai akibat dari keputusan ini," tambah Griffiths. (AFP)

Editor : Sabar Subekti


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home