PBB, AS dan Uni Eropa Bantu Sudan Selatan
WASHINGTON D.C, SATUHARAPAN.COM – Mengekspresikan keprihatinan yang mendalam tentang krisis yang melanda Sudan Selatan dan dampaknya terhadap warga sipil, lembaga kemanusiaan resmi PBB bergabung pada Sabtu (12/4) dengan mitranya dari AS dan Uni Eropa untuk mendesak lebih banyak dukungan bagi orang-orang yang berada di negara yang sedang dilanda perang yang dipengaruhi oleh konflik, perpindahan dan kerawanan pangan.
“Kami di sini saat ini untuk membunyikan alarm untuk Sudan Selatan,” kata Valerie Amos, kepala kantor PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan (OCHA) yang mengetuai Pertemuan Menteri Kemanusiaan di Washington D.C, dengan Rajiv Shah, administrator Badan AS untuk Pembangunan Internasional (USAID) dan Kristalina Georgieva, Komisaris Kerja Sama Internasional , Bantuan Kemanusiaan dan Penanggulangan Krisis Uni Eropa.
“Dampak dari konflik tersebut sangat signifikan yang berpengaruh kepada jutaan orang, kota-kota telah hancur, perekonomian runtuh dan produksi pangan telah hancur,” kata Amos dalam siaran persnya. Saat itu dia mendesak dunia internasional bertindak untuk mengakhiri krisis yang dimulai pada Desember 2013 ketika pertempuran itu terjadi antara pemerintah dan oposisi. Peristiwa ini memicu perpindahan penduduk secara besar-besaran.
“Kami takut makanan dan gizi mengalami krisis dalam beberapa bulan ke depan jika situasi tidak segera membaik,” tambahnya.
Mendekati musim hujan, badan-badan bantuan memperkirakan kondisi tersebut akan memburuk dengan cepat. Tingkat gizi buruk dan risiko penyakit seperti kolera dan malaria sudah sangat tinggi, terutama di kalangan orang-orang terlantar.
Para pemimpin tersebut mengeluarkan Panggilan untuk Bertindak di Sudan Selatan mendesak tindakan dengan segera pada tiga bidang penting. Mereka mendesak diakhirinya pertempuran, menggarisbawahi kebutuhan untuk dana kemanusiaan selama tiga bulan ke depan untuk membantu masyarakat mengatasi krisis dan menuntut bahwa semua pihak dalam konflik tersebut menghormati orang-orang Sudan Selatan dan mematuhi hukum kemanusiaan internasional.
“Deklarasi ini merupakan suatu panggilan untuk mencegah bencana lebih dalam lagi terjadi di Sudan Selatan,” kata Dr Shah. “Hari ini, para pengamat mengatakan bahwa Sudan Selatan ada di ambang kelaparan dan sangat jelas bahwa dunia saat ini harus berbuat lebih banyak untuk mengatasi krisis tersebut.”
“Kita semua akan merayakan sebuah negara baru jika Sudan Selatan merdeka,” kata Georgieva yang menekankan bahwa mungkin kurang dari tiga tahun kemudian dunia sedang menyaksikan bencana kemanusiaan yang mengerikan.
“Ini adalah warga sipil tak berdosa yang membayar dengan harga tinggi untuk apa yang telah terjadi. Kita harus mendampingi mereka sambil melakukan hal terbaik yang bisa kita lakukan untuk meminta pemimpin mereka mengakhiri konflik yang merusak kehidupan dan mata pencaharian di Sudan Selatan.”
Ajakan ini direspon kurang dari 24 jam setelah Amos mengalokasikan USD 15 juta (Rp. 165 miliar) untuk mendukung membantu menyelamatkan jiwa di Sudan Selatan.
Ini adalah alokasi kedua dari Dana Tanggap Darurat (CERF) untuk Sudan Selatan pada 2014, membuat dana CERF tahun ini untuk krisis di Sudan Selatan mencapai total USD 30 juta (Rp. 330 miliar).
Dana CERF akan masuk ke proyek-proyek bantuan yang paling penting termasuk vaksinasi dan program gizi dan distribusi pangan. Badan-badan PBB dan mitra kemanusiaan membutuhkan lebih dari USD 1,2 miliar (Rp. 13 triliun) untuk upaya bantuan tahun ini, tetapi hanya menerima 36 persen sebesar USD 462 juta (Rp. 5 triliun) sejauh ini.
Hampir lima juta orang memerlukan bantuan kemanusiaan di Sudan Selatan termasuk 800 ribu orang yang masih berpindah-pindah tempat tinggal. Sekitar 280 ribu orang-orang Sudan Sleatan mencari perlindungan ke negara tetangga di mana CERF memberikan dana untuk kebutuhan kemanusiaan di Ethiopia, Kenya, Sudan dan Uganda.
Hari-hari ini, senior badan kemanusiaan resmi menyatakan bahwa jutaan orang saat ini berisiko kekurangan makanan. Konflik dan kekurangan dana sekitar USD 800 juta (Rp. 8 triliun) mempengaruhi upaya bantuan darurat. Saat musim hujan berlangsung, badan-badan PBB dan mitra kemanusiaan mengingatkan bahwa hujan lebat dan banjir memberikan beban yang serius pada kegiatan mereka dan membatasi akses selanjutnya kepada mereka yang membutuhkan.
AS merupakan negara pemberi donor terkemuka bantuan kemanusiaan ke Sudan Selatan dan pada tanggal 25 Maret lalu mengumumkan tambahan bantuan dana sebesar USD 83 juta (Rp. 913 miliar). Dengan penambahan dana tersebut, Pemerintah AS memberikan lebih dari USD 411 juta (Rp. 4 triliun) pada tahun 2013 dan 2014 untuk membantu mereka yang terkena krisis.
Badan Komisi Eropa hari ini mengumumkan bahwa mereka akan menambah dana bantuan untuk membantu orang-orang di Sudan Selatan sebesar USD 62 juta (Rp.682 miliar) sehingga total untuk kontirbusi pada tahun ini mencapai USD 131 juta (Rp. 1 triliun). (un.org)
Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja
Tentara Ukraina Fokus Tahan Laju Rusia dan Bersiap Hadapi Ba...
KHARKIV-UKRAINA, SATUHARAPAN.COM-Keempat pesawat nirawak itu dirancang untuk membawa bom, tetapi seb...