PBB: AS Politisasi Bantuan Kemanusiaan Palestina
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM – Kepala badan PBB untuk bantuan pengungsi Palestina mengkritik pemerintahan Presiden Amerika Serikat Donald Trump atas keputusannya untuk menghentikan pendanaan.
Badan Bantuan Kemanusiaan PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA) menjalankan sekolah-sekolah, klinik dan program-program lain bagi sekitar 5,3 juta warga Palestina. Namun, bulan Agustus lalu pemerintahan Trump yang pro-Israel mengumumkan akan memutus pendanaan bagi badan tersebut yang mungkin akan mengakibatkan badan itu harus menghentikan segala bentuk bantuan. AS merupakan penyumbang dana terbesar bagi UNRWA.
Komisaris Jenderal UNRWA Pierre Krahenbuhl berbicara dalam wawancara dengan NHK di New York, Rabu (26/9/2018). Krahenbuhl menyatakan pemutusan dana kemanusiaan untuk memberikan tekanan pada kepemimpinan Palestina merupakan tindak politisasi bantuan kemanusiaan. Ia menambahkan belum pernah melihat politisasi dalam skala semacam ini.
Jepang dan negara-negara pendonor lain mengadakan pertemuan darurat tingkat menteri pada Kamis (27/9/2018) guna membahas krisis keuangan UNRWA.
Menyerukan Bantuan Darurat
Pertemuan tingkat menteri terkait bantuan pengungsi Palestina itu, digelar di sela-sela Sidang Umum PBB di New York. Pertemuan digelar atas prakarsa Lebanon, diketuai bersama oleh Menteri Luar Negeri Jepang Taro Kono.
Para menteri membahas cara untuk membantu para pengungsi Palestina yang mengalami kesulitan akibat pemangkasan dana bantuan yang dilakukan pemerintahan Presiden AS Donald Trump.
Komentator senior NHK, Nobuhisa Degawa, dalam tinjauannya mengatakan, pemerintahan Trump pada bulan lalu menghentikan semua dana bantuannya bagi badan pengungsi Palestina di PBB, UNRWA.
Badan PBB tersebut memberikan bantuan bagi lebih dari 5,3 juta pengungsi Palestina yang hidup di Tepi Barat dan Gaza, serta di negara-negara tetangga seperti Yordania, Suriah, dan Lebanon. Amerika Serikat sebelumnya berkontribusi sekitar sepertiga dari seluruh anggaran UNRWA, tapi sejak negara itu menghentikan pendanaan, badan PBB ini menghadapi situasi yang sulit. Apabila kehabisan dana, tidak bisa menyediakan pasokan pangan dan medis bagi pengungsi. Selain itu, ada 520.000 anak-anak yang terancam tidak bisa sekolah.
Pemerintahan Trump menyebutkan beban anggaran negara sebagai alasan resmi atas penghentian dana bantuan, tetapi sesungguhnya diyakini Amerika Serikat ingin menekan kepemimpinan Palestina agar mau duduk berunding bersama Israel.
Pihak Palestina sendiri menolak segala hubungan dengan pemerintahan Trump yang ingin bertindak sebagai mediator dengan menyatakan posisi AS jelas sangat berpihak kepada Israel.
Komisaris Jenderal UNRWA Pierre Krahenbuhl menyerukan agar pemerintahan negara lain memberikan dana bantuan darurat. Menlu Jepang Taro Kono juga berencana untuk menyerukan bantuan darurat dengan argumen bahwa apabila aktivitas UNRWA berhenti, akan dimanfaatkan oleh kelompok ekstremis untuk menyebarkan ajarannya.
Mencari dana untuk melindungi kehidupan 5,3 juta pengungsi Palestina merupakan tugas mendesak bagi masyarakat internasional, kata Degawa. (nhk.or.jp)
Editor : Sotyati
Bebras PENABUR Challenge : Asah Kemampuan Computational Thin...
Jakarta, satuharapan.com, Dunia yang berkembang begitu cepat memiliki tantangan baru bagi generasi m...