PBB: Cabut Sanksi Untuk Cegah Bencana Kemanusiaan di Sudan
KHARTOUM, SATUHARAPAN.COM-Sudan berisiko terjerumus ke dalam bencana kemanusiaan akibat wabah COVID-19, kecuali jika sanksi terhadap negara itu dicabut dan donor memberikan dukungan keuangan, kata kepala Komisi Tinggi Hak Asasi Manusia PBB, hari Selasa (28/4).
Tanpa dukungan internasional, transisi negara itu menuju perdamaian dan stabilitas bisa berubah menjadi terbalik, kata ketua komisi itu, Michelle Bachelet, dalam sebuah pernyataan, dikutip AFP.
Setahun telah berlalu sejak Presiden Omar al-Bashir digulingkan oleh tentara pada 11 April 2019, menyusul berbulan-bulan protes nasional. Perdana Menteri Abdalla Hamdok mengambil alih kekuasaan sebagai kepala pemerintahan transisi. Dia dilantik pada September lalu, tetapi ekonomi Sudan tetap dalam krisis yang dalam.
Bachelet mengatakan janji pembangunan ekonomi dan sosial, demokrasi, keadilan dan perdamaian sedang diancam oleh keterbatasan sumber daya akut pada pemerintahan transisi. Hal itu diperburuk oleh sanksi sepihak yang sedang berlangsung, kegagalan lembaga-lembaga internasional untuk memberikan keringanan utang, dan defisit dukungan internasional.
Bencana Kemanusiaan
"Titik kritisnya bisa terjadi dengan wabah COVID-19," kata Bachelet memperingatkan. "Sistem kesehatan (di negara itu) sama sekali tidak diperlengkapi untuk menangani wabah pada skala yang telah kita lihat di tempat lain di dunia. Hanya ada satu cara untuk mencegah bencana kemanusiaan, dan itu adalah bagi donor untuk meningkatkan dan mengulurkan tangan bantuan untuk Sudan."
Khartoum masih tetap berada dalam daftar hitam Amerika Serikat sebagai negara sponsor terorisme, dan menghambat investasi. Hal itu berarti tidak memenuhi syarat untuk mengakses pembiayaan darurat yang ditetapkan oleh Bank Dunia dan Dana Moneter Internasional (IMF) untuk membantu negara-negara memerangi pandemi COVID-19.
Rumah tangga di negara itu terus menderita dari pemadaman listrik sering terjadi, dan kebanyakan orang Sudan berjam-jam antre untuk membeli makanan pokok atau mengisi mobil mereka dengan bensin.
Pandemi COVID-19
Menanggapi pandemi virus corona yang baru, pemerintah mengumumkan jam malam 24 jam selama tiga pekan mulai 18 April di seluruh negara bagian Khartoum.
Sudan telah mencatat 237 kasus terinfeksi COVID-19 yang dikonfirmasi, dan 21 kematian, menurut angka terbaru dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
"Satu-satunya cara Sudan bisa keluar dari lingkaran kemiskinan dan keputusasaan ini adalah dibebaskan dari rintangan sanksi yang dijatuhkan pada masa pemerintahan sebelumnya," kata Bachelet.
Mantan presiden Cile itu mengatakan bahwa tanpa menangani masalah ekonomi dan sosial yang memicu penggulingan Bashir, "transisi sukses Sudan untuk mencapai perdamaian yang lestari tetap jauh." (AFP)
Editor : Sabar Subekti
Beijing Buka Dua Mausoleum Kaisar Dinasti Ming untuk Umum
BEIJING, SATUHARAPAN.COM - Dua mausoleum kaisar di Beijing baru-baru ini dibuka untuk umum, sehingga...