PBB: Kekerasan Seksual Jadi Alat dalam Konflik Bersenjata
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM – Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) mengidentifikasi 34 kelompok bersenjata, milisi dan pasukan keamanan pemerintah yang bertanggung jawab dan menggunakan pemerkosaan sebagai alat di daerah konflik.
Dokumentasikan PBB itu berdasarkan informasi kasus di 21 negara. Meskipun momentum politik untuk memerangi perkosaan di zona perang belum pernah terjadi, kekerasan seksual tetap merupakan kejahatan global yang mempengaruhi wanita, pria dan anak-anak di lebih dari 20 negara.
"Tidak peduli apakah dia berasal dari Bosnia, Kolombia atau Syria atau Afrika Tengah, rasa sakit yang dialami perempuan yang diperkosa sama," kata Perwakilan Khusus untuk Kekerasan Seksual dalam Konflik, Zainab Bangura, kepada wartawan di New York pada peluncuran laporan tahunan mengenai isu tersebut.
Di antara temuannya, laporan itu juga menghubungkan kekerasan seksual dengan ekonomi lokal. Perkosaan digunakan untuk menguasai wilayah dan sumber daya alam, termasuk mineral. Dan digunakan oleh kelompok-kelompok itu untuk lebih memicu konflik, serta perdagangan manusia dan perdagangan obat ilegal.
Pemerkosaan juga telahdijadikan pemicu “menyingkir” secara massal, yang selanjutnya membuat perempuan, dan terutama kaum muda, rentan terhadap pelanggaran. Sebagian orangtua berusaha melindungi anak perempuan dengan mendorong mereka untuk kawin muda dan kawin paksa. Hal itu menyebabkan terjadinya kasus-kasus perdagangan manusia dan perbudakan seksual, kata Bangura.
Sementaraitu impunitas atas pelaku kekerasan seksual tetap lazim. Bahkan pelaporan atas kasus serangan seksual terbatasi oleh kapasitas, keamanab, serta ketakutan korban pada stigmatisasi dan pembalasan oleh pelaku.
"PBB menyerukan negara-negara yang bersangkutan, dan masyarakat internasional, untuk memastikan bahwa laki-laki, perempuan dan anak yang menjadi korban kekerasan seksual, dan anak-anak yang lahir dari pemerkosaan mendapatkan bantuan yang mereka butuhkan," kata Bangura.
Mengacu pada laporan dari Kantor Hak Asasi Manusia PBB di Republic Demokratik Kongo (DRC - UNJHRO ), dia menyebutkan kasus pada 3.600 orang di provinsi yang dirundung konflik di wilayah timur, Kivu Utara. Korbannya perempuan berusia dua tahun hinffa 80 tahun.
Laporan tahun ini menyebut daftar kelompok yang diduga melakukan atau bertanggung jawab atas pola perkosaan dan bentuk-bentuk lain kekerasan seksual dalam situasi konflik bersenjata. Mereka berada di semua pihak di Republik Afrika Tengah, Pantai Gading, DRC, Mali, Sudan Selatan dan Suriah.
Kremlin: AS Izinkan Ukraina Gunakan Senjata Serang Rusia Mem...
MOSKOW, SATUHARAPAN.COM-Kremlin mengatakan pada hari Senin ( 18/11) bahwa pemerintahan Presiden Amer...