Sekjen PBB Khawatir Hukuman Mati Massal di Mesir
Pengadilan Mesir pada Senin (28/4) menjatuhkan hukuman mati kepada pemimpin Ikhwanul Muslimin Mohamed Badie dan 682 terdakwa lainnya, kata seorang pengacara dan jaksa penuntut.
Pengadilan yang sama juga membalikkan 492 hukuman mati atas 529 orang yang divonis pada Maret, sebagian besar menjadi hukuman penjara seumur hidup.
Para terdakwa yang divonis pada Senin dituduh terlibat dalam pembunuhan dan percobaan pembunuhan polisi di provinsi Minya pada 14 Agustus, hari ketika polisi membunuh ratusan pendukung presiden terguling Mohamed Morsi dalam bentrokan di Kairo.
Beberapa kerabat perempuan yang menunggu di luar ruang sidang pingsan setelah mendengar kabar putusan tersebut.
AS
Amerika Serikat pada Senin mendesak Mesir membatalkan vonis hukuman mati kepada 683 orang pendukung Ikhwanul Muslimin, termasuk pemimpin spiritual kelompok tersebut Mohamed Badie.
“Putusan hari ini, sama seperti bulan lalu, bertentangan dengan standar dasar peradilan internasional,” kata Gedung Putih.
Para terdakwa dijatuhi hukuman mati dalam sidang yang berlangsung selama 10 menit di pengadilan provinsi Minya.
Gedung Putih mengatakan pihaknya “sangat terganggu” dengan pengadilan massal dan hukuman mati tersebut, memperingatkan bahwa penindasan karena perbedaan pendapat bisa memicu ketidakstabilan dan radikalisasi di Mesir.
“Meskipun independensi peradilan merupakan bagian penting dari demokrasi, putusan ini tidak sesuai dengan kewajiban Mesir di bawah hukum hak asasi manusia internasional,” tambah Gedung Putih.
“Kami mendesak pemerintah Mesir mengakhiri penerapan pengadilan massal, mengubah putusan ini (hukuman mati) dan hukuman massal sebelumnya, dan memastikan supaya setiap warga negara menerima proses hukum yang adil,” ungkap Gedung Putih.(AFP)
Stray Kids Posisi Pertama Billboard dengan Enam Lagu
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Grup idola asal Korea Selatan Stray Kids berhasil menjadi artis pertama d...