PBB Menambah Pasukan di Sudan Selatan Menjadi 14.000 Personel
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM - Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) hari Selasa (24/12) memutuskan melipat-gandakan pasukan penjaga perdamaian yang ditugaskan di Sudan Selatan mengingat eskalasi kekerasan antar etnis di sana.
Konflik bersenjata di Sudan Selatan belakangan ini telah melumpuhkan negeri itu dengan ratusan orang eninggal dan ratusan ribu mengungsi. Sebelumnya PBB mengirim pasukan penjaga perdamaian berkekuatan 7.000 personel, dan Dewan Keamanan memutuskan pasukan di sana menjadi 14.000 personel.
Peningkatan jumlah pasukan itu sebelumnya diminta oleh Sekretaris Jenderal PBB, Ban Ki –moon. Dewan dengan suara bulat menyetujui peningkatan kekuatan Misi PBB di Sudan Selatan (UNMISS) sampai dengan 12.500 tentara dan 1.323 polisi. Kemungkinan kekuatan itu dengan mentransfer pasukan yang bertugas di Republik Demokratik Kongo (DRC), Darfur, Abyei, Pantai Gading dan Liberia.
Dalam resolusi yang disahkan berdasarkan Bab VII Piagam PBB, yang memberikan kewenangan penggunaan kekuatan, 15 anggota Dewan menuntut penghentian segera permusuhan dan pembukaan dialog secara langsung antara faksi yang bertikai.
Dewan mengecam pertempuran dan kekerasan yang ditujukan terhadap warga sipil dan komunitas etnis dan lainnya, serta serangan dan ancaman terhadap UNMISS.
Sudan Selatan yang merupakan negara termuda di dunia setelah meraih kemerdekaan pada tahun 2011, melalui pemisahan diri dari Sudan. Ketegangan meledak menjadi konflik terbuka pada tanggal 15 Desember ketika pemerintah Presiden Salva Kiir mengatakan tentara yang setia kepada mantan wakil presiden Riek Machar, dipecat pada bulan Juli karena melakukan percobaan kudeta. Kiir berasal dari kelompok etnis Dinka dan Machar dari etnis Lou Nuer.
Pekan lalu, 2.000 penyerang bersenjata berat menyerbu basis UNMISS di Akobo, negara bagian Jonglei, menewaskan sekitar 20 warga sipil Dinka serta dua penjaga perdamaian PBB, dan ketiga terluka.
"Saya secara konsisten meminta Presiden Salva Kiir dan pemimpin politik oposisi untuk datang ke meja perundingan dan menemukan cara politik keluar dari krisis ini," kata Ban dalam pertemuan dengan Dewan Keamanan.
Disebutkan bahwa serangan terhadap kelompok etnis lain adalah tindakan di luar hukum. "Apapun perbedaan yang terjadi, tidak ada yang bisa membenarkan penggunaan kekerasan,” kata dia.
Ban menegaskan bahwa tidak mungkin ada solusi militer untuk menyelesaikan konflik, dan menegaskan tekadnya untuk memastikan bahwa UNMISS melaksanakan tugas untuk melindungi warga sipil dan didukung peralatan yang memadai.
"Serangan terhadap warga sipil dan pasukan penjaga perdamaian PBB harus segera dihentikan," kata dia. "PBB akan menyelidiki laporan tentang insiden ini sebagai pelanggaran HAM berat dan kejahatan terhadap kemanusiaan. Mereka yang bertanggung jawab akan dimintai pertanggungjawaban secara pribadi. Mereka harus tahu dunia sedang menyaksikan,” kata Ban. (un.org)
Kremlin: AS Izinkan Ukraina Gunakan Senjata Serang Rusia Mem...
MOSKOW, SATUHARAPAN.COM-Kremlin mengatakan pada hari Senin ( 18/11) bahwa pemerintahan Presiden Amer...