PBB Menentang Penggunaan Barrel Bomb di Suriah
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM – Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB), Ban Ki-moon menentang digunakannya barrel bomb di Suriah, dan menyebutkan sebagai dimensi yang mengerikan dari pertempuran di sana.
"Eskalasi kekerasan hanya akan melayani agenda mereka yang melihat cara-cara militer sebagai satu-satunya jalan ke depan, dengan mengorbankan rakyat Suriah yang telah menderita," kata juru bicara Ban dalam sebuah pernyataan.
Sebelumnya, barrel bomb juga digunakan dalam serangan ke Allepo, di Suriah Utara dan menimbulkan banyak korban, termasuk warga sipil. Barrel bomb adalah bom rakitan dengan drum minyak dan TNT yang penuh dengan bahan peledak dan pecahan peluru yang dijatuhkan dengan pesawat.
Bom ini meledak dan menimbulkan kebakaran serpihan logam dengan korban yang masif. Di Suriah bom ini digunakan sejak 2012, dan menimbulkan kecaman luas dari berbagai negara.
PBB mengingatkan bahwa eskalasi kekerasan bisa mengganggu upaya perundingan yang akan diselenggarakan di Swiss, bulan depan. "Semua pihak yang terlibat konflik harus mematuhi hukum kemanusiaan dan hak asasi manusia internasional," kata pernyataan itu. "Semua warga sipil harus dilindungi dalam situasi apa pun."
Perang di Suriah berlangsung sejak pemberontakan pada Maret 2011. Lebih dari 160.000 orang telah tewas di Suriah dan delapan juta orang meninggalkan rumah mereka, dua juta di antarnya mengungsi di negara tetangga.
Konferensi Jenewa II
Ban mengatakan bahwa persiapan perundingan sedang dilakukan untuk konferensi internasional di mana Pemerintah Suriah dan oposisi resmi akan bertemu untuk pertama kalinya untuk membahas upaya perdamaian.
Konferensi akan diselenggarakan di Montreux pada 22 Januari 2014 dan kemudian melanjutkan di Jenewa. Konferensi dipimpin oleh Wakil Khusus PBB dan Liga Arab untuk Suriah, Lakhdar Brahimi, pemimoin dari Amerika Serikat dan Rusia, dan dengan peserta dari lebih dari 30 negara.
Tujuan pertemuan yang disebut Konferensi Jenewa II itu untuk mencapai solusi politik atas konflik melalui perjanjian komprehensif antara Pemerintah dan oposisi, dan untuk implementasi penuh dari komunike Jenewa. Komunike itu diadopsi setelah pertemuan internasional pertama pada 30 Juni 2012 yang menyerukan pembentukan sebuah pemerintahan transisi melalui menyelenggarakan pemilihan umum.
Ban hari ini menegaskan kembali dukungannya bagi pembicaraan itu, mendesak semua orang yang terlibat dalam pertempuran untuk segera untuk mengurangi tingkat kekerasan, dan fokus pada solusi politik dan damai.
Dia juga meminta semua orang yang ditahan dan diculik sebagai akibat dari konflik untuk dibebaskan, mengakhiri pengepungan, serta membuka akses bagi badan kemanusiaan untuk membantu mereka yang membutuhkan. (un.org)
Jenderal Rusia Terbunuh oleh Ledakan di Moskow, Diduga Dilak...
MOSKOW, SATUHARAPAN.COM-Kementerian Luar Negeri Rusia mengatakan pada hari Rabu (18/12) bahwa Rusia ...