PBB Menolak Pengusiran Ethiopia terhadap Pejabat Senior Bantuan Kemanusiaan
PBB, SATUHARAPAN.COM-Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) tidak menerima keputusan Ethiopia yang mengusir tujuh pejabat senior PBB karena kelaparan mengancam di wilayah Tigray yang dilanda perang, kata Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres, kepada Perdana Menteri Ethiopia, Abiy Ahmed, pada hari Jumat (1/10).
Ethiopia mengumumkan pejabat senior PBB personae non grata pada hari Kamis dan memberi mereka waktu 72 jam untuk pergi, tetapi juru bicara PBB, Farhan Haq, mengatakan bahwa doktrin tersebut tidak dapat diterapkan pada staf badan dunia tersebut. Haq mengatakan para pejabat tetap di negara itu.
Dalam sebuah catatan untuk misi Ethiopia untuk PBB di New York, Kantor Urusan Hukum PBB mengatakan belum menerima informasi apa pun untuk mendukung tuduhan Ethiopia bahwa para pejabat itu mencampuri urusan dalam negeri.
Kementerian Luar Negeri Ethiopia kemudian pada hari Jumat menuduh pejabat PBB mengalihkan bantuan dan peralatan komunikasi ke Front Pembebasan Rakyat Tigray (TPLF), melanggar pengaturan keamanan, gagal menuntut pengembalian truk bantuan yang dikerahkan ke Tigray, dan menyebarkan informasi yang salah.
Perang pecah 11 bulan lalu antara pasukan federal Ethiopia dan pasukan yang setia kepada TPLF, yang mengendalikan Tigray. Ribuan orang tewas dan lebih dari dua juta orang terpaksa meninggalkan rumah mereka.
Guterres mengatakan kepada Dewan Keamanan PBB pada hari Jumat bahwa PBB akan mendorong Ethiopia "untuk mengizinkan staf PBB yang kritis ini untuk melanjutkan fungsi mereka di Ethiopia dan memberi mereka visa yang diperlukan."
Misi Ethiopia untuk PBB di New York mengatakan kepada Reuters: “Kami mendesak PBB untuk segera mengganti personel yang diusir untuk memungkinkan kelanjutan kerja sama kami dalam memberikan bantuan kemanusiaan.”
Misi itu mengatakan Ethiopia akan bekerja dengan pejabat PBB untuk "memfasilitasi penempatan awal personel baru."
Pembicaraan di Dewan Keamanan
Amerika Serikat, Inggris, Irlandia, Estonia, Norwegia, dan Prancis mengangkat masalah pengusiran itu dalam pertemuan tertutup Dewan Keamanan pada hari Jumat, tetapi para diplomat mengatakan tindakan keras, seperti sanksi, tidak mungkin dilakukan karena Rusia dan China telah menjelaskan bahwa mereka percaya konflik Tigray adalah urusan internal untuk Ethiopia.
“Ada kebutuhan untuk mencari informasi lebih lanjut tentang kejadian ini. Kami mendukung PBB dan Ethiopia untuk menyelesaikan masalah ini melalui dialog dan mendukung kedua belah pihak untuk terus bekerja sama," kata juru bicara misi PBB China di New York.
Beberapa diplomat dan pejabat menyuarakan keprihatinan bahwa pemerintah dapat merencanakan tindakan lebih lanjut.
“Ketika serangan militer besar baru akan muncul, ini sepertinya upaya Ethiopia untuk menguji apakah masyarakat internasional siap untuk merespons dengan lebih dari sekadar kata-kata terhadap kelaparan yang sedang berlangsung,” kata seorang pejabat senior Barat, yang berbicara dengan syarat anonim.
Duta Besar Norwegia untuk PBB, Mona Juul, menggambarkan langkah Ethiopia untuk mengusir staf PBB sebagai "sama sekali tidak dapat diterima," sementara Duta Besar Irlandia untuk PBB, Geraldine Byrne Nason, mengatakan: "Kami khawatir itu mungkin merupakan awal dari kegiatan lain."
Amerika Serikat telah mengecam pengusiran itu dan memperingatkan bahwa mereka tidak akan ragu untuk menggunakan sanksi sepihak terhadap mereka yang menghalangi upaya kemanusiaan.
Kepala bantuan PBB, Martin Griffiths, memperingatkan pada hari Selasa bahwa blokade bantuan "de facto" kemungkinan telah memaksa ratusan ribu orang di Tigray mengalami kelaparan. Ethiopia sebelumnya membantah memblokir bantuan makanan.
“Setidaknya 400.000 orang hidup dalam kondisi seperti kelaparan. Tingkat kekurangan gizi anak yang dilaporkan sekarang berada pada tingkat yang sama dengan awal kelaparan di Somalia tahun 2011.
Hingga saat ini, aliran bantuan kemanusiaan untuk memenuhi kebutuhan tersebut masih jauh di bawah yang dibutuhkan,” tulis Guterres kepada Dewan Keamanan pada hari Jumat.
Sekitar 5,2 juta orang membutuhkan bantuan di Tigray, kata PBB, dan Guterres mengatakan dampak konflik ke wilayah Amhara dan Afar yang berdekatan juga memicu peningkatan pengungsian dan orang-orang yang membutuhkan. (Reuters)
Editor : Sabar Subekti
Kremlin: AS Izinkan Ukraina Gunakan Senjata Serang Rusia Mem...
MOSKOW, SATUHARAPAN.COM-Kremlin mengatakan pada hari Senin ( 18/11) bahwa pemerintahan Presiden Amer...