Ketegangan Diplomasi, Aljazair Panggil Duta Besar dari Prancis
ALJIR, SATUHARAPAN.COM-Aljazair memanggil duta besarnya untuk Prancis untuk konsultasi, hari Sabtu (2/10), karena ketegangan diplomatik meningkat dengan Paris.
Langkah itu dilakukan setelah Presiden Prancis, Emmanuel Macron, membuat pernyataan kritis tentang Aljazair yang diterbitkan di harian Prancis Le Monde di mana dia mengatakan bekas jajahan Prancis itu diperintah oleh “sistem politik-militer.”
"Aljazair memanggil duta besarnya (Mohamed Antar-Daoud) dari Paris untuk konsultasi," kata televisi pemerintah, mengutip pernyataan dari kepresidenan.
Dikatakan bahwa pernyataan yang lebih panjang akan menyusul untuk menjelaskan langkah tersebut.
Le Monde pada hari Sabtu mengutip Macron yang mengatakan Aljazair memiliki "sejarah resmi" yang telah "benar-benar ditulis ulang."
Dia mengatakan sejarah ini “tidak didasarkan pada kebenaran” tetapi “pada wacana kebencian terhadap Prancis”, menurut Le Monde.
Pernyataan itu, yang diambil secara luas oleh media Aljazair, muncul dalam pertemuan awal pekan ini antara Macron dan kerabat tokoh-tokoh dari perang kemerdekaan Aljazair.
Ini adalah kedua kalinya Aljazair memanggil duta besarnya dari Prancis. Aljazair juga menarik duta besarnya pada Mei 2020 setelah media Prancis menyiarkan film dokumenter tentang gerakan protes “Hirak” yang pro demokrasi di Aljazair.
Mengurangi Jumlah Visa
Langkah hari Sabtu itu dilakukan di tengah ketegangan hubungan menyusul keputusan Paris untuk mengurangi jumlah visa yang diberikan kepada warga dari Aljazair, Maroko, dan Tunisia.
Kementerian luar negeri Aljazair memanggil duta besar Prancis pada hari Rabu untuk memprotes keputusan visa.
Prancis pada hari Selasa mengatakan akan secara tajam mengurangi jumlah visa yang diberikan kepada orang-orang dari Aljazair, Maroko dan Tunisia, menuduh bekas jajahan Prancis tidak berbuat cukup untuk mengizinkan imigran ilegal kembali.
Kementerian luar negeri Aljazair menyerahkan "protes resmi" kepada duta besar Prancis, Francois Gouyette. Mereka menyebut pengurangan visa sebagai “tindakan yang tidak menguntungkan” yang menyebabkan “kebingungan dan ambiguitas mengenai motivasi dan cakupannya.”
Menteri Luar Negeri Maroko, Nasser Bourita, menggambarkan langkah Prancis sebagai "tidak dapat dibenarkan."
Juru bicara pemerintah Prancis, Gabriel Attal, mengatakan kepada radio Europe 1 pada hari Selasa bahwa keputusan pengurangan visa itu “belum pernah terjadi sebelumnya.”
Paris membuat pilihan itu, katanya, karena Aljazair, Maroko, dan Tunisia “menolak untuk mengambil kembali warga negara yang tidak kami inginkan atau tidak dapat kami pertahankan di Prancis.”
Radio itu mengatakan Macron mengambil keputusan itu sebulan lalu setelah upaya diplomatik gagal dengan tiga negara Afrika Utara itu. (AFP)
Editor : Sabar Subekti
Kremlin: AS Izinkan Ukraina Gunakan Senjata Serang Rusia Mem...
MOSKOW, SATUHARAPAN.COM-Kremlin mengatakan pada hari Senin ( 18/11) bahwa pemerintahan Presiden Amer...