PBB Minta Perusahaan Farmasi Berbagi Lisensi Vaksin COVID-19
PBB, SATUHARAPAN.COM-Sekjen PBB (Perserikatan Bangsa-bangsa), Antonio Guterres, minta pembuat vaksin mengizinkan perusahaan lain untuk memproduksi vaksin versi COVID-19 mereka, kata juru bicara PBB pada hari Rabu (5/5).
Itu disampaikan ketika Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) membahas pengabaian hak paten untuk meningkatkan pasokan vaksin ke negara-negara berkembang. “Sekretaris Jenderal sering menyerukan transfer teknologi dan berbagi pengetahuan dan lisensi sukarela atau berbagi lisensi,” kata juru bicara Stephane Dujarric.
Anggota WTO sedang menilai tanda-tanda kemajuan setelah tujuh bulan pembicaraan tentang proposal yang diajukan oleh Afrika Selatan dan India untuk melepaskan hak paten pada vaksin COVID-19. Keputusan WTO didasarkan pada konsensus, jadi 164 anggota harus setuju.
Beberapa pejabat PBB mengatakan diskusi pengesampingan adalah gangguan dan pertarungan ideologis yang tidak akan menyelesaikan masalah tentang cara meningkatkan produksi vaksin.
Sebanyak 60 negara sponsor proposal dari negara berkembang diadu melawan negara maju yang lebih kaya, seperti Swiss, Amerika Serikat dan di Uni Eropa, di mana banyak perusahaan farmasi berbasis di negara itu.
Guterres telah lama menyerukan agar vaksin COVID-19 tersedia untuk semua negara dan meminta lebih banyak uang untuk mendanai fasilitas berbagi vaksin COVAX. Fasilitas ini bertujuan untuk membeli hingga 1,8 miliar dosis pada tahun 2021 untuk memastikan akses global yang adil.
COVAX dijalankan oleh Gavi Vaccine Alliance, Koalisi untuk Inovasi Kesiapsiagaan Epidemi (CEPI), Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), dan badan anak-anak PBB, UNICEF.
Bulan lalu UNICEF menyerukan agar Hak Kekayaan Intelektual (HAKI) vaksin disederhanakan melalui "lisensi sukarela dan proaktif" tetapi memperingatkan bahwa ini saja tidak akan meningkatkan produksi.
“Pemegang HAKI perlu menyediakan kemitraan teknologi untuk menyertai lisensi HAKI, secara proaktif berbagi pengetahuan dan sub-kontrak kepada produsen tanpa batasan geografis atau volume yang tidak semestinya,” kata Direktur Eksekutif UNICEF, Henrietta Fore.
“Tantangan ini tidak membutuhkan pengabaian kekayaan intelektual secara paksa tetapi kemitraan dan kerja sama yang proaktif,” katanya. (Reuters)
Editor : Sabar Subekti
AS Laporkan Kasus Flu Burung Parah Pertama pada Manusia
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM-Seorang pria di Louisiana, Amerika Serikat, menderita penyakit parah perta...