PBB: Negara Harus Memperbaiki Kondisi Masyarakat Adat
LIma persen penduduk dunia adalah warga masyarakat adat; Mereka terkait langsung dengan masalah lingkungan dan iklim global, namun hak-hak mereka banyak yang terancam
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM – Presiden Majelis Umum Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB), Sam Kutesa, meminta negara-negara anggota PBB untuk untuk memperbaiki kondisi masyarakat adat, karena terus menjadi "jurang yang dalam" antara komitmen dan kenyataan.
Kutesa mengatakan hal itu pada pembukaan Konferensi Dunia tentang Masyarakat Adat pada Senin (22/9) di markas besar PBB di New York. Konferensi ini adalah yang pertama kali diadakan.
Pertemuan itu menghasilkan Deklarasi PBB tentang Masyarakat Adat sebagai konsensus internasional terkait hak-hak masyarakat adat. "Hal ini membutuhkan negara-negara anggota melakukan upaya yang lebih besar untuk menerjemahkan dokumen ini menjadi kenyataan dan menunjukkan tekad dalam mengatasi kesenjangan yang mempengaruhi masyarakat adat," kata Kutesa.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal PBB, Ban Ki-moon, mengatakan bahwa keputusan yang dilakukan selama pertemuan dua hari itu akan bergema di seluruh dunia, dengan dampak nyata pada kehidupan jutaan orang.
"Keberhasilan Konferensi ini merupakan bagian integral kemajuan bagi seluruh umat manusia," kata Ban. Konferensi itu diselenggarakan sebagai pleno tingkat tinggi pertama pada sesi ke-69 Majelis Umum. Pertemuan itu menyatukan lebih dari seribu delegasi pribumi dan non-pribumi untuk membahas realisasi hak-hak mereka, termasuk mengejar pencapaian Deklarasi PBB tentang Hak Masyarakat Adat yang diadopsi Majelis pada 2007.
"Masyarakat adat khawatir akan masalah global. Mereka sangat terhubung pada Ibu Pertiwi yang pada masa depan adalah di jantung KTT Iklim yang akan dibuka pada hario berikutnya, " kata Ban.
Ban mengingatkan pertemuan dengan para pemimpin adat di Kosta Rika, di mana mereka berbagi tentang kekhawatiran tentang tanah, sumber daya dan hak-hak mereka. Dan bulan lalu di Selandia Baru, Ban di Tuapo dengan para pemimpin Maori yang terkesan oleh jutaan dolar dari hasil hortikultura, pengelolaan sampah dan energi yang diproduksi perusahaan mereka.
Dalee Sambo Sorough, Ketua Forum Tetap PBB untuk Isu Masyarakat Adat, mengatakan bahwa negara-negara anggota PBB tidak hanya melihat kepentingan hukum dan kewajiban internasional, tetapi juga kepentingan moral dan kewajiban moral dalam kaitan masyarakat adat.
"Hak masyarakat adat atas tanah dan sumber daya mereka tetap penting untuk kelangsungan hidup mereka," kata Sorough. Dia menambahkan bahwa pemerintahan yang baik tidak bisa membiarkan beberapa negara atau bahkan satu negara, merusak prinsip-prinsip kesetaraan dan demokrasi.
Masyarakat adat merupakan keragaman yang luar biasa. Lebih dari 5.000 kelompok yang berbeda berada di 90 negara, yang membentuk lebih dari lima persen populasi dunia atau sekitar 370 juta orang.
Masyarakat adat terus mengidentifikasi diri sebagai masyarakat yang berbeda dengan hubungan yang kuat dengan wilayah tradisional dengan sistem sosial, ekonomi dan politik mereka sendiri serta bahasa yang unik, budaya, serta keyakinan mereka. (un.org)
Bebras PENABUR Challenge : Asah Kemampuan Computational Thin...
Jakarta, satuharapan.com, Dunia yang berkembang begitu cepat memiliki tantangan baru bagi generasi m...