PBB: Pemerintah Suriah dan Milisi Lakukan Kejahatan Perang
NIIS setiap Jumat lakukan eksekusi dan jenazah korban dipajang beberapa hari; Anak-anak direkrut untuk bertempur; Bantuan senjata dan keuangan dari negara lain digunakan untuk kejahatan.
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM – kekejaman massal telah dilakukan oleh pasukan pemerintah dan kelompok-kelompok bersenjata non pemerintah dan terus berlangsung di Suriah. Hal itu menyebabkan penderitaan yang tak tekira bagi warga sipil dan menyebabkan kekerasan yang mengganggu perdamaian dan stabilitas internasional.
Hal itu disampaikan oleh sebuah panel Perserikatan Banghsa-bangsa (PBB) hari Rabu (27/8) di markas besar PBB di New York. Komisi Penyelidikan Independen Internasional tentang Suriah menekankan bahwa masuknya para jihadis dabn ekstremis asing terus-menerus ke Suriah menyebabkan risiko konflik menyebar luas.
Laporan terbaru Komisi itu berdasarkan 480 wawancara dan dokumen sejak konflik Suriah dimulai pada Maret 2011. Disebutkan dampaknya telah sangat serius bagi perempuan dan anak-anak, dan hak-hak paling dasar mereka telah dilanggar setiap hari .
"Ratusan warga sipil meninggal setiap hari karena pertempuran berlangsung dengan tidak memperhatikan hukum atau hati nurani," kata Paulo Pinheiro, Ketua Komisi itu.
Kekejaman NIIS
Perempuan dihukum karena tidak mematuhi aturan berpakaian yang ditetapkan kelompok yang dikenal sebagai Negara Islam Irak dan Suriah (NIIS). Di Ar-Raqqah, anak-anak berumur 10 yang direkrut dan dilatih di kamp-kamp NIIS. Kelompok ini juga mengusir masyarakat Kurdi di Suriah utara. Wartawan dan pekerja media secara sistematis dijadikan target.
Di daerah-daerah Suriah di bawah kendali NIIS, khususnya di utara dan timur laut negara itu, setiap hari Jumat secara teratur dilakukan eksekusi, hukuman potong tangan dan cambuk di depan masyarakat umum, kata laporan itu.
Warga sipil, termasuk anak-anak, dipaksa untuk menonton eksekusi itu. Jenazah mereka yang dieksekusi “dipajang” di suatu tempat selama beberapa hari, untuk meneror penduduk setempat.
Komisi itu melaporkan bahwa "para anggotaNIIS melakukan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan di provinsi Aleppo dan Ar-Raqqah, termasuk tindakan penyiksaan, pembunuhan, penghilangan paksa dan pemindahan paksa."
Kejahatan Kelompok Lain
Kelompok bersenjata non-negara lain juga terus melakukan pelanggaran, termasuk pembunuhan dan penembakan terhadap warga sipil yang sengaja menjadi target. Di kota Homs diguncang oleh lebih dari selusin bom mobil sejak April. Kelompok bersenjata Jabhat Al-Nusra mengaku bertanggung jawab atas beberapa serangan tersebut.
Sementara itu, kelompok bersenjata terus mengepung daerah yang dikendalikan Pemerintah di Aleppo dan Damaskus, yang menyebabkan kematian warga sipil, dan banyak yang luka-luka.
Kejahatan Pemerintah
Laporan tersebut menyatakan bahwa Pemerintah juga melakukan pelanggaran, termasuk kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan, dan impunitas terhadap pelaku. Antara Januari dan Juli, ratusan pria, perempuan dan anak-anak meninggal setiap minggu oleh penembakan sembarangan yang dilakukan pasukan Pemerintah dengan rudal dan bom barel ke daerah-daerah yang dihuni warga sipil.
Dalam beberapa kasus, ada bukti jelas bahwa dalam pertemuan sipil juga dengan sengaja dijadikan target. Hal ini disebut sebagai pembantaian, seperti yang dijelaskan dalam laporan.
Komisi melaporkan bahwa tentara pemerintah di pos pemeriksaan mencegah warga sipil yang terluka untuk pergi ke rumah sakit. Rumah sakit di daerah bergolak terus menjadi target serangan. Pasukan pemerintah menolak untuk mengizinkan pengiriman bantuan obat-obatan penting dan pasokanuntuk operasi bedah. Bantuan kemanusiaan terus terhambat akibat kontak senjata.
Pelanggaran di Penjara
Di penjara pemerintah, tahanan mengalami penyiksaan yang mengerikan dan kekerasan seksual. Metode yang digunakan dan kondisi dukungan penahanan yang merupakan temuan lama Komisi menunjukkan penyiksaan sistematis dan terjadi kematian massal terhadap para tahanan.
Pada bulan April dan Mei, pasukan pemerintah menggunakan bahan kimia, kemungkinan klorin, dalam delapan insiden terpisah di Suriah barat, menurut temuan Komisi. Anak-anak semakin banyak yang direkrut oleh kelompok bersenjata non-negara dan oleh Komite Populer Pemerintah dan dipaksa terlibat dalam pertempuran.
Laporan itu menyebutkan, "Kegagalan masyarakat internasional dalam tugas yang paling mendasar - untuk melindungi warga sipil, menghentikan dan mencegah kekejaman.”
Keterlibatan Negara Lain
Beberapa negara terus mengirimkan senjata secara massal, artileri dan pesawat kepada Pemerintah Suriah, atau memberikan kontribusi dengan bantuan logistik dan strategis. Sementara itu, negara-negara lain, organisasi dan individu mendukung kelompok-kelompok bersenjata dengan bantuan senjata dan dukungan keuangan.
Senjata-senjata yang mereka transfer ke pihak yang bertikai di Suriah yang digunakan dalam perbuatan kejahatan perang mereka pada warga sipil. Komisi merekomendasikan dilakukan embargo senjata dan menyerukan kepada masyarakat internasional untuk menghentikan pasokan senjata.
"Akuntabilitas harus menjadi bagian dari penyelesaian masa depan apapun untuk menghasilkan perdamaian abadi. Terlalu banyak nyawa dan kehancuran, "kata Pinheiro.
Laporan ini menandai tahun ketiga pembentukan dan kerja Komisi Penyelidikan Suriah. Selain Pinheiro, Komisi terdiri Karen Koning AbuZayd, Carla del Ponte dan Vitit Muntarbhorn. Mereka mendapat amanat Dewan HAM PBB untuk menyelidiki dan mencatat semua pelanggaran hukum dan hak asasi manusia, kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan sejak awal konflik. (un.org)
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...