PBB Secara Bulat Sepakati Roadmap Perdamaian Suriah
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM - Dewan Keamanan PBB dengan suara bulat menyetujui resolusi yang mendukung peta jalan internasional bagi proses perdamaian Suriah pada hari Jumat (18/12). Ini suatu persatuan yang langka di antara negara-negara besar di tengah konflik yang telah merenggut lebih dari seperempat juta jiwa.
Reuters melaporkan, resolusi ini memberikan berkah bagi PBB atas rencana yang telah dinegosiasikan sebelumnya di Wina yang menyerukan gencatan senjata, perundingan antara pemerintah Suriah dan oposisi, dan jangka waktu sekitar dua tahun untuk menciptakan pemerintahan persatuan serta menyelenggarakan pemilu.
Namun hambatan untuk mengakhiri perang sipil yang sudah hampir lima tahun berlangsung tetap menakutkan, dengan tidak adanya satu pihak pun dalam konflik yang mampu mengamankan kemenangan militer yang jelas. Meskipun telah ada kesepakatan, negara-negara kuat masih terbelah secara tajam atas siapa yang dapat mewakili oposisi serta bagaimana dengana masa depan Presiden Suriah Bashar al-Assad.
"Dewan ini mengirimkan pesan yang jelas kepada semua pihak bahwa waktunya sekarang untuk menghentikan pembunuhan di Suriah," kata Menteri Luar Negeri AS, John Kerry, kepada 15 negara anggota DK PBB setelah pemungutan suara.
Resolusi itu juga menyerukan PBB untuk menyajikan kepada DK pilihan untuk memantau gencatan senjata dalam waktu satu bulan.
Pembicaraan antara pemerintah Suriah dan oposisi harus dimulai pada awal Januari, demikian resolusi itu berkata, meskipun Kerry mengatakan pertengahan hingga akhir Januari lebih mungkin. Resolusi itu juga mendukung pertempuran dilanjutkan untuk mengalahkan ISIS yang telah menguasai sebagian tanah Irak dan Suriah.
Ini merupakan salah satu seruan damai paling kuat oleh DK PBB, yang bertahun-tahun terbelah bila membicarakan isu perdamaian Suriah, sejak Rusia dan Tiongkok mulai memveto serangkaian draft resolusi Barat pada Oktober 2011.
Resolusi itu muncul setelah Moskow dan Washington mencapai kesepakatan pada teks seruan. Dua kekuatan ini memiliki pandangan yang sangat berbeda tentang apa yang harus terjadi di Suriah, di mana militan ISIS menguasai wilayah yang cukup luas dan pemerintah Barat menduga itu telah menjadi landasan bagi peluncuran serangan terhadap negara-negara Barat dan Rusia.
Kerry mengakuis bahwa masih ada perbedaan tentang masa depan Assad, sekutu dekat Rusia dan Iran yang oleh negara-negara Barat ingin digulingkan, serta pada pertanyaan siapa kelompok-kelompok oposisi Suriah yang akan memiliki kursi di meja perundingan dengan pemerintah.
"Jelas, tetap ada perbedaan yang tajam dalam masyarakat internasional, khususnya tentang masa depan Presiden Assad," kata Kerry
Resolusi itu juga tidak membahas nasib Assad.
Menteri Luar Negeri Prancis, Laurent Fabius, mengatakan pembicaraan antara pemerintah Suriah dan oposisi hanya akan berhasil jika ada jaminan yang kredibel akan kepergian Assad.
"Bagaimana bisa orang ini menyatukan rakyatnya padahal ia telah menjadi bagian pembantaian?" Kata Fabius. "Gagasan bahwa ia bisa kembali berdiri untuk pemilihan umum tidak dapat diterima untuk kami."
Duta Besar Suriah untuk PBB, Bashar Ja'afari, mengatakan pemerintah Assad siap untuk mengambil bagian dalam pembicaraan dengan itikad baik.
"Saya tegaskan kesiapan pemerintah Suriah untuk berpartisipasi secara efektif pada setiap upaya yang tulus dimana Suriah akan menentukan pilihannya melalui dialog yang terselenggara di bawah kepemimpinan Suriah dan bukan oleh intervensi asing," kata dia.
Kesepakatan ini muncul setelah pertemuan yang diberi nama Syria Support Group di Palace Hotel New York. Hadir 17 menteri luar negeri, termasuk Menlu Rusia, Menlu AS, Menlu Eropa Timur dan Tengah lainnya serta diplomat dari negara-negara Turki, Arab Saudi dan Iran.
Seperti pertanyaan tentang nasib Assad, diplomat mengatakan akan sangat sulit untuk mencapai konsensus tentang daftar kelompok teroris yang akan dikeluarkan dan anggota yang sah oposisi yang akan berpartisipasi dalam negosiasi.
Namun yang jelas peta jalan damai Suriah juga menyerukan gencatan senjata nasional, tidak akan berlaku untuk ISIS, Nusra dan beberapa kelompok militan lainnya, yang sebelumnya dibicarakan di dua putaran pembicaraan tingkat menteri di Wina.
Editor : Eben E. Siadari
Negara Pertama dan Terakhir Merayakan Tahun Baru 2025
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Setiap negara ternyata memulai hitungan mundur tahun baru mereka pada wak...