PBB: Sektarian Sumber Konflik
16 November Hari Internasional Toleransi.
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM – Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB), Ban Ki-moon, mengingatkan bahwa era sekarang ditandai dengan manusia yang makin saling terhubung, namun hal itu tidak selalu berarti ada saling pengertian yang lebih baik.
‘’Masyarakat semakin beragam, tetapi intoleransi tumbuh di banyak tempat," kata Ban dalam pesannya pada Hari Internasional untuk Toleransi, Senin (16/11). Menurut dia, toleransi jauh lebih dari sekadar pasif menerima "yang lain". Toleransi membawa kewajiban untuk bertindak, harus diajarkan, dipelihara dan dipertahankan,’’ kata dia.
PBB menyerukan dunia untuk mengenali ancaman yang ditimbulkan oleh orang-orang yang berusaha untuk memecah belah, dan mengajak untuk dikembangkan dialog dan saling pengertian.
Sekjen PBB mengatakan bahwa ketegangan sektarian ditemukan di jantung banyak konflik, dengan munculnya ekstremisme, kekerasan, pelanggaran hak asasi manusia besar-besaran, dan pembersihan budaya. Akibatnya, terjadi krisis terbesar pemindahan paksa terhadap manusia sejak Perang Dunia II, dan kemudian melahirkan kebencian dan xenophobia terhadap pengungsi.
Investasi pada Manusia
Toleransi, katanya, memerlukan investasi pada manusia oleh negara dalam memenuhi potensi mereka melalui pendidikan, inklusi dan peluang. PBB menyerukan untuk membangun masyarakat yang dilandasi penghormatan terhadap hak asasi manusia, di mana ketakutan, ketidakpercayaan dan marginalisasi yang digantikan dengan pluralisme, partisipasi dan menghormati perbedaan.
"Pesan pada Hari Internasional Toleransi ini mencerminkan Prinsip Toleransi dalam Pendidikan PBB, pada Deklarasi Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan (UNESCO) tahun 1995. Pesan ini juga panggilan untuk "mempraktikkan toleransi" yang ditulis dalam identitas PBB 70 tahun yang lalu.
"Hari ini, dalam dunia yang diterpa gejolak dan perubahan, panggilan Piagam itu tetap menjadi batu ujian penting untuk pekerjaan kami," kata Ban.
Perang Dapat Dihindari
Sementara itu, Direktur UNESCO, Irina Bokova, mengatakan, "Toleransi adalah ide baru, salah satu yang kita butuhkan sekarang lebih dari sebelumnya. Ini membuat kita menghormati keragaman budaya, cara hidup dan ekspresi kemanusiaan kita sendiri. Ini adalah kondisi yang diperlukan bagi perdamaian dan kemajuan bagi semua orang di dunia yang beragam dan terus lebih terhubung."
Dia mengatakan, perang dapat dihindari jika orang belajar untuk mengenal dan memahami satu sama lain dengan lebih baik. Dalam budaya mereka yang subur dengan keragaman, penyatuan mereka lebih kuat daripada kekuatan yang memisahkan, kata Bokova.
Dia mengatakan bahwa toleransi merupakan sarana membangun perdamaian, mempercepat inovasi dan kreasi, membuka pikiran masyarakat pada cara lain untuk melihat dunia.
"Ketika ekstremisme dan kekerasan menyebarkan pesan kebencian dan intoleransi, baik di lapangan maupun di media sosial; ketika manusia menderita penganiayaan, pengucilan atau diskriminasi atas dasar agama atau latar belakang mereka; ketika krisis ekonomi menonjolkan memisahan sosial dan menolak menerima orang lain, seperti minoritas, orang asing atau pengungsi; kita harus menawarkan sebuah wacana yang berbeda, pesan terbuka yang menyerukan toleransi," kata Bokova.
Pelajaran dari masa lalu harus lebih terlihat, dan orang harus diingatkan tentang situasi ekstrim yang dihasilkan oleh penolakan orang lain, rasisme dan anti-Semitisme.
"Keragaman adalah kenyataan, memanggil kita untuk beradaptasi dalam kebijakan dan bertindak dengan tepat, dimana toleransi adalah kuncinya," katanya. (un.org)
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...