PBB: Tindakan NIIS Barbar
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM - Sekretaris Jenderal PBB, Ban Ki-moon, menyebutkan tindakan kelompok teroris Negara Islam Irak dan Suriah (NIIS) sebagai barbar. Dia mengatakan pada pers di New York, hari Selasa (12/8).
Ban juga desak pasukan keamanan Irak untuk tidak intervensi dalam proses politik di mana terjadi ketegangan yang diperparah oleh ancaman keamanan kelompok bersenjata, Negara Islam Irak dan Suriah (NIIS) yang bisa membawa negeri itu masuk dalam krisis yang lebih parah.
"Saya sangat mendorong semua partai politik dan pendukung mereka untuk tetap tenang dan menghormati proses politik yang diatur dalam konstitusi," kata Sekjen PBB seperti dirilis un.org.
Ban menyambut baik upaya yang dipimpin oleh Perdana Menteri yang ditunjuk, Haider al-Abbadi, untuk membentuk pemerintah baru dengan basis yang luas yang "dapat diterima oleh semua komponen masyarakat Irak."
Sekjen PBB mendesak rakyat Irak untuk mendukung proses demokrasi yang sedang berlangsung. Juga untuk mengatasi kelompok teroris yang disebut juga ISIS (Islamic State of Iraq and Syria) atau ISIL (Islamic State of Iraq and Levant) yang menjadi ancaman bagi Irak, Suriah dan seluruh wilayah.
"Orang-orang Irak, semua rakyat Irak, membutuhkan keamanan," kata Ban. "Namun racun kebencian dan kekejaman tengah menyebar."
Sekjen PBB sangat kecewa dengan tindakan NIIS yang disebunya sebagai "tindakan barbar." Dia menyebutkan tindakan itu antara lain pembunuhan penduduk sipil, anak laki-laki secara paksa diambil dari rumah mereka dan dipaksa berperang, perempuan diculik atau diperdagangkan sebagai budak seks.
Dia meminta masyarakat internasional untuk berbuat lebih banyak untuk melindungi warga dengan mengutuk "dalam istilah paling kuat" terhadap penganiayaan sistematis terhadap individu dari penduduk minoritas dan mereka yang menolak ideologi ekstremis NIIS dan kelompok bersenjata yang terkait.
Kelompok minoritas Yazidi dan lainnya yang terperangkap di Gunung Sinjar dalam kondisi mengerikan, kata Ban. Meskipun mereka bisa keluar dari ancaman NIIS, mereka menghadapi udara panas yang sebelumnya disebut mencapai 45 derajat Celcius.
500 Yazidi Dibunuh
Sementara itu, Penasihat Khusus Sekjen PBB bidang Pencegahan Genosida, Adama Dieng, dan Penasihat Khusus bidang Pertanggungjawaban dan Perlindungan, Jennifer Welsh, mengecam keras tindakan NIIS mengeksekusi sekitar 500 anggota masyarakat Yazidi di Sinjar dan sekitarnya.
Mereka juga mengingatkan terjadinya penculikan sekitar 1.500 warga Yezidi, Kristen, dan perempuan Shabak, dan anak perempuan oleh NIIS.
Sampai sekarang, menurut Badan PBB untuk Pengungsi (UNHCR), sekitar 20.000 sampai 30.000 orang terperangkap di gunung, dan ribuan orang lagi melarikan diri dalam 72 jam terakhir di wilayah Irak Utara.
"Para pengungsi menghadapi dehidrasi dan banyak yang menderita sengatan matahari atau stroke panas, dengan suhu harian mencapai 40 sampai 45 derajat Celcius," kata juru bicara Adrian Edwards di Jenewa.
Kota Zakho dekat perbatasan Turki menampung 100.000 pengungsi Irak, terutama dari Sinjar dan Zumar, yang melarikan diri pada pekan lalu. UNHCR mencatat di negara bagian Dohuk, di mana Zakho berada, menampung 400.000 pengungsi dari Yazidi, Kristen, Shabak, Kakai, Armenia dan Turkman, beberapa di antara mereka telah berulang kali mengungsi.
Pembunuhan Wartawan
Sementara itu, Direktur Badan PBB untuk urusan Pendidikan,Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan, (UNESCO), Irina Bokova, yang juga bertugas melindungi kebebasan pers, mengutuk pembunuhan wartawan Leyla Yildizh, juga dikenal sebagai Deniz Firat, di Irak utara.
"Sangat penting bahwa semua pihak yang terlibat dalam konflik di wilayah tersebut menghormati status warga sipil bagi wartawan dan hak mereka untuk melaksanakan tugas profesional mereka dalam kondisi aman," kata Bokova.
Leyla Yildizh, seorang fotografer dan wartawan televisi Kantor Berita Firat, terbunuh dalam serangan pada 8 Agustus lalu. Mereka tengah melaporkan situasi pengungsi di kamp Maxmur di Mosul bagian utara.
Kremlin: AS Izinkan Ukraina Gunakan Senjata Serang Rusia Mem...
MOSKOW, SATUHARAPAN.COM-Kremlin mengatakan pada hari Senin ( 18/11) bahwa pemerintahan Presiden Amer...