PBB, Turki, Rusia, dan Ukraina Bahas Ekspor Gandum
ISTANBUL, SATUHARAPAN.COM - Delegasi militer dari Rusia, Ukraina, dan Turki bertemu pejabat Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di Istanbul pada Rabu (13/7) untuk memulai pembicaraan tentang kelanjutan ekspor gandum Ukraina dari pelabuhan Laut Hitam Odesa ketika krisis pangan global memburuk.
Turki telah bekerja dengan PBB untuk menengahi kesepakatan setelah invasi Rusia pada 24 Februari 2022 di Ukraina membuat harga gandum, minyak goreng, bahan bakar, dan pupuk melonjak.
Menteri Pertahanan Turki Hulusi Akar mengumumkan pembicaraan terbaru pada Selasa (12/7), menurut laporan CNN Turk.
"Kami memang bekerja keras tetapi masih ada jalan yang harus ditempuh. Banyak orang membicarakannya. Kami lebih suka mencoba dan melakukannya," kata Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres kepada wartawan, Selasa (12/7).
Ukraina dan Rusia adalah pemasok utama gandum dunia. Rusia juga pengekspor pupuk yang besar, sementara Ukraina adalah produsen minyak jagung dan bunga matahari yang signifikan.
Para diplomat mengatakan rincian rencana yang sedang dibahas mencakup kapal-kapal Ukraina yang memandu kapal pembawa gandum masuk-keluar melalui perairan pelabuhan yang dipasangi ranjau; Rusia menyetujui gencatan senjata saat pengiriman dilakukan; dan Turki, didukung oleh PBB, memeriksa kapal untuk menghilangkan kekhawatiran Rusia pada penyelundupan senjata.
Mengutip Kepala Departemen Organisasi Internasional Kementerian Luar Negeri Rusia Pyotr Ilyichev, kantor berita Interfax melaporkan bahwa Moskow siap memfasilitasi navigasi kapal komersial asing untuk mengekspor gandum Ukraina.
Dia menambahkan bahwa Rusia ingin mengontrol dan memeriksa kapal dari "penyelundupan senjata".
Kantor berita RIA yang mengutip sumber diplomatik lain mengatakan bahwa tuntutan Rusia mencakup penghapusan "hambatan ekspor" yang didorong oleh sanksi Barat.
“Ada kendala bagi pihak Rusia di bidang asuransi kapal, logistik, jasa transportasi dan operasional perbankan akibat sanksi yang dijatuhkan,” kata sumber tersebut.
Rusia terus mengekspor gandum sejak perang dimulai, tetapi menghadapi kekurangan kapal besar karena banyak pemilik takut untuk mengirim kapalnya ke wilayah tersebut. Biaya pengangkutan dan asuransi juga meningkat tajam.
Sementara itu, Ukraina menyatakan harapannya agar ekspor gandum meningkat meski Rusia memblokade pelabuhan Laut Hitam.
Dikutip oleh surat kabar Spanyol El Pais, Menteri Luar Negeri Ukraina Dmytro Kuleba mengatakan bahwa Kiev "dua langkah lagi" untuk mencapai kesepakatan dengan Moskow.
"Kekhawatiran keamanan, terkait dengan posisi Rusia, perlu ditangani. Kami berada di fase akhir dan sekarang semuanya tergantung pada Rusia," katanya.
Ia mengatakan bahwa Moskow masih bisa menunda pembicaraan.
Invasi Rusia dan blokade laut Ukraina telah menghentikan ekspor, menyebabkan puluhan kapal terdampar, dan lebih dari 20 juta ton gandum terjebak dalam silo di Odesa.
Petani di kedua negara saat ini sedang memanen gandum untuk musim tanam 2022. Juli-November biasanya merupakan waktu tersibuk bagi para pedagang untuk mengirimkan hasil panen baru dari kedua negara.
Panen yang akan datang juga berisiko karena Ukraina sedang kekurangan ruang penyimpanan akibat penghentian ekspor. (Reuters)
Kekerasan Sektarian di Suriah Tidak Sehebat Yang Dikhawatirk...
DAMASKUS, SATUHARAPAN.COM-Penggulingan Bashar al Assad telah memunculkan harapan sementara bahwa war...