PDIP Siap Bangun Pemerintahan Profesional
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan Tjahjo Kumolo mengatakan jika Joko Widodo atau Jokowi terpilih sebagai presiden Indonesia periode 2014-2014 maka parpolnya siap membangun pemerintahan yang didukung kabinet profesional.
"Persoalan yang dihadapi bangsa Indonesia sudah terlalu berat, karena itu diperlukan kabinet profesional untuk membangun bangsa, bukannya kabinet transaksiional," katanya melalui layanan pesan singkat (SMS) menjawab pertanyaan pers di Jakarta, Rabu (16/4).
Menurut Tjahjo, untuk mengusung Jokowi sebagai calon presiden, PDI Perjuangan akan membangun koalisi hanya dengan satu atau dua partai politik.
PDI Perjuangan, kata dia, tidak ingin membangun koalisi gemuk guna menghindari praktik politik transaksional.
"Dalam koalisi dengan satu atau dua partai tersebut, kerjasamanya berdasarkan kesamaan visi dan misi, guna menguatkan pemerintahan presidensial, bukannya kabinet transaksional," katanya.
Menurut dia, dalam kabinet profesional, para menteri lebih banyak dari kalangan profesional daripada politikus.
Joko Widodo jika terpilih sebagai presiden, kata dia, akan menawarkan program-program pro-rakyat untuk membangun bangsa dan negara Indonesia.
"Jika nantinya ada hambatan dari DPR RI, saya pikir Jokowi sudah memiliki pengalaman menghadapi DPRD Kota Solo dan DPRD DKI Jakarta," katanya.
Sekretaris Jenderal Partai NasDem Patrice Rio Capella mengatakan Partai NasDem dan PDI Perjuangan sudah sepakat membangun koalisi untuk mengusung Jokowi sebagai presiden Republik Indonesia mendatang.
Kesepakatan koalisi tersebut, menurut dia, dengan komitmen untuk membangun bangsa dan negara, bukannya pembagian kursi menteri di kabinet.
"NasDem dan PDI Perjuangan sudah membuat kesepakatan untuk menguatkan sistem presidensial," katanya.
Menurut Rio, dalam kesepakatan menguatkan sistem presidensial tersebut, kewenangan menyusun menteri kabinet sepenuhnya ada pada presiden.
NasDem, kata dia, menyepakati presiden akan memilih menteri dari para profesional atau politikus.
Sedangkan Ketua DPP PDI Perjuangan Eva Kusuma Sundari mengatakan Joko Widodo ingin membentuk koalisi tanpa unsur transaksional karena ingin meluruskan praktik demokrasi presidensial yang benar bahwa komposisi kabinet tidak ada kaitannya dengan komposisi kursi parlemen.
"Ini sejalan dengan keinginan beliau bahwa komposisi kabinet mendatang adalah kabinet kerja bukan kabinet bagi-bagi kursi timses," ujarnya di Jakarta, Rabu.
Menurut dia, sistem transaksional di dalam koalisi itu akan diubah. Jokowi ingin membiasakan yang benar, bukan membenarkan kebiasaan.
Pada kesempatan sebelumnya, Ketua Dewan Pers Indonesia Bagir Manan mengatakan koalisi yang dibangun Joko Widodo (Jokowi) tentu ada unsur transaksional karena melihat sistem yang ada serta perilaku partai.
"Koalisi tanpa adanya tawar-menawar itu tidak mungkin, karena kalau kita ingin mengajak partainya berarti kita tentu ada `bargaining` partai itu. Oke saya dukung asal dapat menteri-menteri itu atau dukung program-program ini," ujar Bagir Manan di Jakarta, Rabu.
Menurut dia, di dalam koalisi yang menjadi soal "dagang sapinya" bukan gotong-royongnya yang kerapkali disebut Jokowi.
"Itu kan tentu ada `bargaining`, yang jadi soal dagang sapinya bukan kerjasamanya. Kalau mau gotong-royong dia harus membuat program dia, ini program kamu siapa yang mendukung program ini yang disepakati dulu, kalau anda punya program ini anda boleh ikut saya yang tentukan, tapi dalam sistem itu tidak mungkin," ujar dia.
Beda dengan sistem Amerika Serikat. Presiden yang menentukan sendiri menteri-menterinya berdasarkan kemampuannya dan bukan mewakili partai, tapi mewakili kapasitas dirinya.
"Realitas politik di Indonesia seperti itu jadi pakai bahasa apapun sama saja. Jadi jangan debat semantiklah, jangan mengatakan dia (Jokowi, red.) bahwa gotong-royong tapi tidak ngomongi jatah kursi," kata dia. (Ant)
Empat Kue Tradisional Natal dari Berbagai Negara
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Perayaan Natal pastinya selalu dipenuhi dengan makanan-makanan berat untu...