Pegawai MA Akui Terima Uang dari Advokat
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Pegawai Mahkamah Agung (MA), Djodi Supratman, mengaku menerima uang senilai Rp 150 juta dari advokat Mario Cornelio Bernardo yang juga anak buah pengacara senior Hotma Sitompoel.
"Saya mengakui perbuatan dan kesalahan saya dan memohon maaf, saya meminta kepada majelis hakim supaya bisa menjatuhkan putusan yang seadil-adilnya, karena saya masih memiliki tanggungan keluarga, anak saya lima, masih kecil-kecil dan butuh biaya," kata Djodi dalam sidang di pengadilan tindak pidana korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis (10/10).
Djodi dalam perkara tersebut didakwa menerima pemberian uang tunai sejumlah Rp 150 juta dari Mario melalui Deden supaya Djodi dan Suprapto membantu dalam pengurusan perkara pidana atas nama Hutomo Wijaya Ongowarsito dalam putusan kasasi bisa dihukum penjara sesuai dengan Memori Kasasi Jaksa Penuntut Umum.
Penyuapan
Penyuapan dimulai saat Komisaris PT Grand Wahana Indonesia Sasan Widjaja yang berperkara dengan Hutomo pada Januari 2013 bertemu dengan Hotma, Mario dan pengacara dari kantor Hotma, Gloria Tamba.
"Menindaklanjuti permintaan dari Direktur PT Grand Wahana Indonesia Koestanto Harijadi Widjaja dan Sasan, Djodi dihubungi Mario dengan menyampaikan permintaan kliennya sebagai pelapor yang menginginkan agar Hutomo dihukum pidana, sebagai imbalannya, Koestanto dan Sasan melalui Mario bersedia memberikan sejumlah uang," kata jaksa penuntut umum KPK Kemas Abdul Roni.
Djodi kemudian menanyakan kepada staf kepaniteraan MA Suprapto. Mario selanjutnya bertemu dengan Koestanto dan Sasan dan menyatakan Apabila jadi meminta bantuannya meminta fee lawyer dan biaya operasional untuk pengurusan masalah ini sebesar Rp 1 miliar dan disetujui oleh Koestanto dan Sasan.
Pada 1 Juli 2013, di kantor Hotma Sitoempol and Associates di Jalan Martapura No 3 Jakarta Pusat, Mario menyerahkan memori kasasi jaksa penuntut umum kepada Djodi, Djodi kemudian menyerahkan memori kasasi itu ke Suprapto.
Suprapto pun menyatakan kesanggupannya untuk membantu mengurus perkara atas nama Hutomo untuk diputus sesuai dengan kasasi jaksa dan Suprapto meminta tambahan dana Rp 300 juta.
Djodi menyampaikan permintaan Suprapto kepada Mario, kemudian pada 3 Juli Mario memerintahkan Deden mengambil uang sebesar Rp500 juta dari kantor Koestanto. Uang kemudian diserahkan secara bertahap mulai 8-25 Juli 2013 yaitu sebesar Rp 50 juta, Rp 100 juta, Rp 300 juta, Rp 50 juta.
Setelah menerima uang dari Mario pada 25 Juli, Djodi ditangkap petugas KPK dan dalam penggeledahan ditemukan uang Rp 29 juta dan Rp 50 juta, setelah itu Mario juga ditangkap petugas KPK.
"Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 5 ayat (2) Jo Pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana," kata jaksa KMS Roni. Ancaman dari perbuatan tersebut adalah penjara 1-5 tahun dan denda maksimal Rp 250 juta.
Jaksa juga memberikan pasal subsider dari pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.
Sedangkan untuk Mario dikenakan pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana dengan ancaman pidana penjara 1-5 tahun dan denda maksimal Rp 250 juta.
Namun berbeda dari Djodi, Mario tidak mengakui perbuatannya. "Tidak pernah berniat, tidak ada kepentingannya, apalagi mencoba menyuap hakim Agung melalui Suprapto, dan tidak pernah ada pemeriksaan Suprapto sebagai orang yang terima uang atau janji melalui terdakwa," kata pengacara Mario, Tomy Sihotang dalam pembacaaan eksepsi. (Antara)
KPK Geledah Kantor OJK Terkait Kasus CSR BI
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah kantor Otoritas J...