Pejabat Keluarkan Izin Hutan Sembarangan Bisa Dipidana
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengingatkan, pejabat yang mengeluarkan izin penggunaan kawasan hutan, baik untuk pertambangan atau usaha lain namun tidak memenuhi syarat yang berlaku, dapat dipidana.
"Jangankan suap-menyuap, gratifikasi saja kalau tidak dilaporkan bisa kena pidana, apalagi dalam proses izin yang diberikan tidak memenuhi syarat. Ada suap lagi di sana ya otomatis tindak pidana itu," kata Zulkarnain di Gedung KPK Jakarta, Jumat (14/11).
Zulkarnain menjawab pertanyaan terkait dengan penanganan perkara dugaan tindak pidana korupsi tukar-menukar kawasan hutan di Kabupaten Bogor, dan terkait Pengajuan Revisi Alih Fungsi Hutan Riau Tahun 2014.
KPK juga sudah memanggil sejumlah pejabat Kementerian Kehutanan termasuk mantan Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan, yang saat ini menjadi Ketua MPR sebagai saksi dalam penyidikan kedua perkara tersebut.
Menurut Zulkarnain, meskipun Zulkifli dipanggil sebagai saksi, bukan berarti menjadi orang yang dapat dimintai pertangungjawaban pidana. "Kita tidak mau campur aduk antara kebijakan publik dan tindak pidana, makanya kita harus melihat, mendalami perkara materiil bagaimana sesungguhnya terjadi, kita lihat bagaimana proses administrasinya. Kita lihat ke sana," kata Zulkarnain.
KPK selanjutnya juga, akan mengecek ulang pengakuan para saksi dengan tersangka yang mengaku sudah mendapatkan izin dari Kementerian Kehutanan. "Nanti di-cross check satu dan yang lain, jangan hanya mengatakan sudah ada izin. Tentu harus konkret," kata Zulkarnain.
Dalam kasus pemberian suap, kepada Gubernur Riau Annas Maamun terkait Pengajuan Revisi Alih Fungsi Hutan Riau tahun 2014, pengusaha Gulat Medali Emas Manurung meminta izin kepada Annas Maamun, agar kebun kelapa sawit miliknya seluas 140 hektare yang masuk dalam kawasan Hutan Kawasan Industri (HTI) dikeluarkan, dan dimasukkan ke dalam Area Peruntukan Lainnya (APL).
Gulat memberikan uang sebanyak 150 ribu dolar Singapura dan Rp 500 juta, sehingga bila dijumlahkan total uangnya adalah sekitar Rp 2 miliar, untuk mendapatkan lahan yang akan menjadi kebun kelapa sawit itu di Kabupaten Kuantan Singingi, Provinsi Riau.
Sedangkan dalam kasus tukar-menukar kawasan hutan di Kabupaten Bogor, Bupati Bogor Rachmat Yasin mendapatkan uang dari Direktur PT Sentul City dan Presiden Komisaris PT Bukit Jonggol Asri, Kwee Cahyadi Kumala, agar mendapatkan izin kawasan hutan seluas 2.754 hektare, yang rencananya akan dijadikan permukiman berupa kota satelit Jonggol City. Padahal, pada lahan itu terdapat Izin Usaha Pertambangan (IUP) atas nama PT Indocement Tungal Prakarsa dan PT Semindo Resources, sehingga hanya dapat diberikan kawasan seluas 1.668,47 hektare.
Cahyadi Kumala pada 30 Januari 2014, memberikan cek senilai Rp 5 miliar kepada Yohan Yap. Selanjutnya anak buah Cahyadi itu bersama Robin Zulkarnaen dan Heru Tandaputra pada Februari 2014, memberikan Rp1 miliar kepada Rachmat Yasin di rumah dinas, dilanjutkan pemberian pada Maret 2014 sebesar Rp 2 miliar.
Atas pemberian uang itu, M Zairin yaitu anak buah Rachmat Yasin, membuat konsep rekomendasi, dengan memasukkan surat pernyataan dari PT Bukit Jonggol Asri, rekomendasi gubernur, dan surat dirjen planologi mengenai klarifikasi rekomendasi 4 Maret 2014 sebagai dasar hukum agar rekomendasi segera diterbitkan.
Surat rekomendasi tukar-menukar lahan atas nama PT BJA pun diterbitkan pada 29 April 2014, namun masih ada sisa komitmen yang belum diberikan sehingga pada 7 Mei 2014, Yohan Yap dan Zairin akan memberikan uang Rp1,5 miliar kepada Rachmat Yasin, namun kemudian KPK menangkap keduanya. (Ant)
Editor : Sotyati
Mendikdasmen Minta Guru Perhatikan Murid untuk Tekan Kasus B...
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM-Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen), Abdul Mu'ti, memi...