Pekerja Asing di Australia Dipaksa Ajukan Visa Pengungsi Palsu
BERESFIELD, SATUHARAPAN.COM - Perusahaan penyalur tenaga kerja asal Asia di Australia memaksa pekerjanya mengajukan aplikasi visa pengungsi palsu demi memperpanjang masa tinggal mereka di negara itu.
Serikat pekerja Australia menyebut ini merupakan bentuk penipuan dan eksploitasi pekerja asing.
Situasi ini antara lain dialami para pekerja asal Malaysia yang ditempatkan bekerja di pengolahan daging ayam Baiada di Beresfield, dekat Newcastle.
Mereka dikenakan biaya hingga $ 3.500 oleh kantor penyalur tenaga kerja untuk mengajukan permohonan visa perlindungan.
Ketika visa mereka ditolak, mereka akan mengajukan banding sehingga pekerja dapat memperpanjang masa tinggal mereka hingga 18 bulan.
Dua modus pengajuan permohonan ini diungkapkan dalam laporan ABC.
"Agen penyalur tenaga kerja memperkenalkan visa pengungsi ini kepada pekerja asing asal Asia yang mereka klaim lebih baik, " kata sumber ABC.
"Dengan visa ini Anda berhak tetap bekerja tanpa perlu membayar biaya sebagai pelajar atau mahasiswa," katanya.
"Mereka menyuruh saya melakukan wawancara dan mengarang cerita mengada-ada yang dia tidak peduli. Dia hanya ingin agar pekerja itu mendapatkan penundaan dan mendapatkan visa sementara sehingga kita bisa tetap bekerja," katanya.
Sekretaris Serikat Pekerja Daging NSW Timur, Grant Courtney, menyebut pengajuan permohonan visa ini sebagai bentuk penipuan.
"Ini jelas penipuan dan sangat jelas perusahaan yang menggunakan jasa pekerja jenis ini sangat menyadari potensi penipuan tersebut," katanya.
Baiada merupakan perusahaan pengolahan daging ayam terbesar di Australia. Pekan lalu, badan pengawas kondisi kerja Fair Work Ombudsman menyatakan perusahaan ini mengeksploitasi pekerjanya melalui jaringan penyalur tenaga kerja.
Menyusul terungkapnya eksploitasi sistematis terhadap pemegang visa tenaga kerja asing di industri makanan Australia yang disiarkan dalam program Four Corners ABC, bulan lalu Senat Australia melalukan penyelidikan atas isu tersebut.
Dua penyelidikan serupa juga dilakukan oleh pihak berwajib Negara Bagian NSW. Sementara Pemerintah Federal mendirikan gugus tugas khusus untuk memberantas praktek eksploitasi pekerja asing ini.
Namun ketika ABC mengunjungi lokasi pabrik Baiada di Beresfield beberapa waktu lalu, praktek eksploitasi semacam ini masih marak terjadi.
Beberapa karyawan asing diketahui bekerja selama 18 jam sehari dan hanya mendapatkan bayaran $11 per jam.
Banyak di antara mereka dikenakan biaya sewa tinggi untuk biaya akomodasi yang jorok dan sangat padat.
"Mereka tinggal di sebuah rumah dengan 2-3 kamar tidur, tapi ada lebih dari 20-30 orang yang tinggal di rumah tersebut," kata Courtney.
"Jujur, saya sendiri tidak akan membiarkan anjing saya tidur di rumah itu meski hanya setengah jumlah penghuninya," tambahnya.
Serikat pekerja khawatir kondisi pengupahan yang buruk ini akan meluas dampaknya bagi para pekerja setempat.
Perusahaan penyalur tenaga kerja terbesar di Australia, AWX, telah meminta karyawan Asia yang mereka rekrut untuk menandatangani "Perjanjian Sukarela untuk Melakukan Lembur".
Dalam dokumen itu mereka mengabaikan hak-hak pekerja asing itu untuk mendapatkan bayaran ekstra karena bekerja lembur.
Serikat buruh mengatakan tindakan ini ilegal di bawah Undang-Undang Keadilan Kerja.
Mayoritas pekerja asing yang bekerja di industri daging merasa ketakutan untuk diidentifikasi secara terbuka karena takut kehilangan pekerjaan. Namun pekerja asal Taiwan bernama Amy Chang memutuskan untuk berbicara.
Dia dipekerjakan oleh AWX dan diminta menghadiri tiga minggu "pelatihan", yaitu kerja yang panjang tanpa dibayar.
"Tidak ada yang melatih kami, hanya ada satu pengawas dan dia sangat sibuk dengan pekerjaannya," kata Chang.
"Tidak ada yang mengajarkan kami jadi kami harus belajar bagaimana menggunakan pisau, misalnya," katanya.
Amy bercerita dia suka tinggal di Australia dan senang dengan teman-teman yang dikenalnya di Australia, tapi kondisi tempatnya bekerja membuatnya sangat terkejut.
"Kami tahu Australia merupakan negara yang sangat indah, enak dan adil disini, tapi ketika tiba di sini yang kami jumpai justru mimpi buruk," kata dia.
Meski dia kemungkinan akan kehilangan pekerjaannya di Teys Cargill Meatworks, dia mengatakan seseorang harus berani mengungkapkan situasi ini.
"Ini merupakan hak pekerja yang normal, semua orang takut kehilangan pekerjaannya, tapi butuh orang untuk melakukannya," ungkapnya.
"Semoga saja saya tidak akan mendapat masalah setelah ini," harapnya. (radioaustralia.net.au)
Editor : Eben Ezer Siadari
Bangladesh Minta Interpol Bantu Tangkap Mantan PM Sheikh Has...
DHAKA, SATUHARAPAN.COM-Sebuah pengadilan khusus di Bangladesh pada hari Selasa (12/11) meminta organ...