Pelajar SMA Komentari Tingkah Wakil Rakyat di DPR
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Dualisme di tubuh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) hingga kini belum berakhir. Lima fraksi partai politik yang tergabung dalam Koalisi Indonesia Hebat - PDI Perjuangan, NasDem, PKB, Hanura, dan PPP - masih setia membentuk “Parlemen Tandingan” yang dideklarasikan sejak Rabu (29/10) kemarin.
Melihat fenomena tersebut, satuharapan.com pun coba menemui sejumlah pelajar SMA yang baru saja mengikuti acara Cerdas Cermat Empat Pilar Kebangsaan MPR RI di Gedung Nusantara IV, Senayan, Jakarta Pusat, pada Jumat (7/11). Siswa dan siswi calon pemimpin Indonesia di masa depan itu menyampaikan pandangannya, mulai dari tanggapan miring hingga dukungan pun terdengar dari ucapan generasi penerus Bangsa Indonesia.
Berikut beberapa ucapan mereka yang coba dirangkum oleh penulis.
Hilman Raissa - siswa SMA Negeri 1 Sampit, Kalimantan Tengah - mengatakan seharusnya sebagai wakil rakyat Anggota DPR menjadi teladan, bukan justru membentuk dua kubu. Ia tidak menyalahkan Koalisi Indonesia Hebat ataupun Koalisi Merah Putih, namun Hilman berpandangan salah satu pihak harus mengalah dan menerima kekalahannya.
“Karena tidak mungkin dalam satu lembaga negara ada dua kepemimpinan. Bahkan yang kini terjadi, perpecahannya itu pas, KIH lima fraksi KMP lima fraksi,” ujar dia.
“Tidak etis wakil rakyat seperti itu,” Hilman menambahkan.
Siswa SMA Negeri 1 Gorontalo Edward Fathur menyampaikan Indonesia adalah negara demokratis, jangan sampai ada pertikaian antar dua kubu, karena itu akan menghilangkan nilai demokratis sekaligus kepercayaan masyarakat Indonesia,
“Seperti kemarin, akibat ada dua kubu itu orang berpikir pelantikan presiden akan ada penjegalan,” kata dia.
Edward menambahkan, apa yang dilakukan Anggota DPR tidak memberi contoh yang baik, karena kurang mengajarkan nilai persatuan bagi pelajar. “Jika di DPR ada kubu, nanti bisa ditiru pelajar di sekolah dengan membentuk kelompok-kelompok di setiap kelas,” ucap dia.
Bukan Panutan
Dwi Apriliani - siswi SMA Negeri Kepanjen, Malang - mengatakan bila Anggota DPR sebagai panutan tidak bisa bersatu bagaimana rakyatnya dapat bersatu. Menurut dia, sebagai wakil seharusnya dapat lebih mendahulukan kepentingan rakyat.
“Fakta yang kini terjadi, ada perpecahan antara KIH dan KMP, tidak menerapkan demokrasi yang musyawarah untuk mufakat, lebih ke arah demokrasi suara mayoritas,” kata dia.
Sementara rekan satu sekolahnya, Zhafira berpendapat DPR sebagai lembaga pelaksana kedaulatan rakyat harus memajukan demokrasi dan bersatu, agar Indonesia jauh lebih baik. “Bukan malah terbelah menjadi dua kubu, saya kecewa mengapa itu terjadi di lembaga negara kita,” ujar dia.
“Sedangkan Sherly menuturkan Anggota DPR tidak memikirkan rakyat yang telah menggunakan hak suara pada Pemilu Legislatif 2014 kemarin. Seharusnya mereka bersatu bukan terpecah menjadi dua,” kata salah satu siswi SMA Negeri Kepanjen itu,”
Dua siswi SMA Negeri 1 Praya, Nusa Tenggara Barat, Nephia dan Isdani ikut menyampaikan pandangannya terkait kondisi dualisme di DPR saat ini. Menurut dia ini sebenarnya bagus, karena demokrasi harus mengandung dinamika, tidak boleh hanya berjalan lurus saja. Namun, situasi yang kini terjadi hingga pembentukan “Parlemen Tandingan” sudah melebih batas. “Itu tidak wajar, sebaiknya mereka musyawarah saja agar kembali bersatu, boleh ada kubu KIH dan KMP, tapi membentuk tandingan itu tidak baik,” kata dua siswi SMA Negeri 1 Praya itu.
“Sebaiknya mereka kembali bertemu untuk membuat kesepakatan baru,” mereka menambahkan.
Bagai Anak Kecil
Siswa SMK Negeri 2 Manokwari, Papua Barat, Siprianus Aris juga ikut mengeritik tingkah laku Anggota DPR periode 2014-2019. Menurut dia, para wakil rakyat tersebut bagaikan anak kecil. “Seharusnya yang sudah duduk di sana, bersyukur dengan apa yang telah mereka dapatkan. Lebih baik bekerja saja, jangan sibuk berebut kekuasaan,” kata dia.
Tiga pelajar dari SMA Kristen Eben Haezer Manado, Sulawesi Utara, juga mengaku kecewa dengan apa yang dipertontonkan Anggota DPR. Menurut mereka, hal tersebut bisa menular ke tingkat pelajar di sekolah, dengan meniru perilaku yang tidak patut di contoh tersebut.
“Maksudnya memang bercanda, tapi itu terbawa ke sekolah seperti banting meja, atau mengucapkaan kata interupsi,” kata Aprilia - siswi SMA Kristen Eben Haezer Manado.
“Kelakuan pemimpinnya saja buruk, apalagi rakyatnya,” dia menambahkan.
Sementara rekan Aprilia, Peter mengatakan seharusnya DPR bersatu dan senantiasa menyuarakan aspirasi rakyat demi membangun bangsa Indonesia. Sedangkan Theresa menuturkan Anggota DPR harus memiliki etika dalam menyampaikan aspirasi.
“Ya dengan sopan, tidak usah sampai banting-banting meja,” kata dia.
Sebagai perwakilan rakyat harus punya etika menyampaikan aspirasi, dengan sopan, tidak usah sampai banting-banting meja.
Koalisi Daripada Solusi
Pelajar dari SMA Negeri 26 Jakarta, Fajar berpendapat ini merupakan akibat dari Pemilu Presiden 2014 kemarin. KIH tidak setuju kursi pemimpin komisi dan alat kelengkapan dewan (AKD) di DPR di sapu bersih oleh KMP. “Jadi mereka membentuk tandingan,” kata dia.
“Lebih baik seluruh Anggota DPR bersatu, jangan sampai rakyat yang turun tangan,” Fajar menambahkan.
Pendapat senada diucapkan Muhammad Iqbal yang menempuh pendidikan di SMA Titian Teras Jambi. Bagi dia, Anggota DPR seharusnya mendengar aspirasi rakyat, bukan malah mementingkan kepentingan partai politik ataupun kelompok. Karena kita itu berada dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang memiliki banyak aspirasi masyarakat.
“Saat ada tangis minoritas di pelosok negeri, Anggota DPR justru mencari koalisi daripada solusi,” kata dia.
“Anggota DPR dipilih rakyat, rakyat itu lebih tahu siapa perwakilan mereka. Tapi baru saja dilantik, sudah terlihat kelakuan buruk mereka, bagaimana dalam perjalanan lima tahun ke depan yang mungkin lebih banyak dapat fasilitas dan keuntungan,” Iqbal mempertanyakan.
Editor : Eben Ezer Siadari
Kremlin: AS Izinkan Ukraina Gunakan Senjata Serang Rusia Mem...
MOSKOW, SATUHARAPAN.COM-Kremlin mengatakan pada hari Senin ( 18/11) bahwa pemerintahan Presiden Amer...