Pelapor HAM PBB: Masih Banyak Praktik Melanggar Kebebasan Beragama
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM - Pelapor Khusus Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) tentang kebebasan beragama atau berkeyakinan, Heiner Bielefeldt, mengatakan kepada Majelis Umum PBB bahwa masih banyak praktik di berbagai negara yang melanggar kebebasan beragama.
Bielefeldt akhir pekan lalu di PBB menegatakan bahwa praktik-praktik berbahaya telah banyak menyebabkan perempuan dan anak perempuan sebagai korban, dan hal ini tidak bisa dibenarkan atas nama kebebasan beragama atau keyakinan.
"Tak terhitung jumlah perempuan yang menjadi korban dari bentuk yang kompleks dari pelanggaran hak asasi manusia yang didasarkan pada agama atau keyakinan dan jenis kelamin mereka.
Laporan itu juga mendesak agar pemerintah negara anggota PBB menjamin pelaksanaan penuh dan efektif dari semua prinsip-prinsip dan norma-norma yang berkaitan dengan kesetaraan antara pria dan perempuan dan kebebasan beragama.
Pemaksaan Keyakinan dan Perkawinan
Selain itu, laporan itu juga menyebutkan praktik pemaksaan dalam kombinasi dengan kawin paksa. “Hal itu merupakan salah satu pelecehan yang sangat berat ketika kebebasan beragama atau berkeyakinan dibenturkan dengan kesetaraan jender,” kata Bielefeldt.
“Di sejumlah negara, perempuan atau anak perempuan dari agama minoritas menghadapi risiko diculik dengan tujuan memaksa mereka untuk menganut agama utama, dan hal itu seringkali dalam hubungannya dengan pernikahan yang tidak diinginkan," kata dia.
Dalam laporan itu, para ahli menyerukan untuk digunakannya pendekatan hak asasi manusia bagi semua dan menegakkan keadilan dalam menghadapi bentuk yang kompleks pelanggaran hak asasi manusia dalam kaitan kebebasan beragama atau berkeyakinan dan kesetaraan laki-laki dan perempuan.
“Semua hak asasi manusia yang universal tak terpisahkan dan saling terkait dan saling bergantung," kata dia menegaskan, dan mengingatkan adanya konsensus yang ditertapkan, yaitu pada Konferensi Dunia tentang Hak Asasi Manusia di Wina tahun 1993.
Laporan khusus itu mendesak Pemerintah dan masyarakat sipil untuk menemukan sinergi antara kebebasan beragama atau berkeyakinan dengan kesetaraan antara pria dan perempuan
"Dalam hampir semua tradisi," kata laporan itu, "kita dapat menemukan orang atau kelompok yang memanfaatkan kebebasan beragama atau kepercayaan sebagai sumber daya yang positif untuk promosi kesetaraan antara pria dan perempuan, dan seringkali terkait interpretasi inovatif dari sumber agama dan tradisi."
Bielefeldt mengajak negara-negara untuk mengidentifikasi kesenjangan perlindungan hak asasi manusia dalam undang-undang tentang status pribadi. Hal itu juga termasuk hukum tentang kelompok keagamaan yang tidak proporsional dan berpengaruh terhadap para perempuan dari penganut agama atau keyakinan minoritas.
Tujuannya adalah menciptakan sistem hukum bahwa kesetaraan yang penuh dalam menghormati laki-laki dan perempuan. Pada saat yang sama menegakkan keadilan bagi semua penganut agama dan keyakinan, termasuk keyakinan yang melampaui ranah agama yang diakui secara tradisional," kata laporan itu. (un.org)
Kremlin: AS Izinkan Ukraina Gunakan Senjata Serang Rusia Mem...
MOSKOW, SATUHARAPAN.COM-Kremlin mengatakan pada hari Senin ( 18/11) bahwa pemerintahan Presiden Amer...