Pelatih Atlet Difabel Mengaku Butuh Kesabaran Ekstra
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Triyanto, pelatih cabang olah raga atletik untuk atlet penyandang disabilitas mengaku membutuhkan kesabaran ekstra untuk melatih.
“Lebih tekun dan sabar karena kalau kita mau menjiwai mereka kan beda kalau kita melatih yang normal, kita harus benar-benar ekstra perhatiannya, Cuma bedanya kalau dengan mereka cara komunikasinya beda,” kata Triyanto – pelatih fisik cabang atletik NPC (National Paralympic Commitee) kepada satuharapan.com, Selasa (28/7) di Gelanggang Olah Raga Rawamangun, Jakarta Timur.
Triyanto menjelaskan bahwa sebenarnya tidak jauh beda dengan atlet berkemampuan fisik normal, karena dia memberi contoh para atlet difabel dengan kategori T-54 (tuna rungu dan tuna wicara), dia lebih sering mengulangi instruksi lebih banyak.
“Saya sih sebenarnya ikhlas saja mas,” dia menambahkan.
Triyanto mencontohkan dalam lari estafet, jarak pendek dan menengah atlet penyandang disabilitas dengan kategori T-54 sedapat mungkin bisa berlari dengan sikap lari yang sempurna layaknya atlet dengan kemampuan fisik normal, namun Triyanto menjumpai bahwa terkadang atlet kategori T-54 tersebut masih sering salah dalam sikap tangan dan posisi badan.
“Kalau yang normal itu kan kita bilangin kan atletnya langsung ngerti, kalau mereka ini harus kita bilangin lebih dari sekali ntar bisa lupa lagi,” kata dia dengan nada bercanda.
Triyanto yang juga mengajar ekstra kurikuler di bidang pendidikan jasmani di beberapa sekolah menengah pertama (SMP) dan sekolah menengah atas (SMA) di Jakarta berharap lebih banyak atlet penyandang disabilitas yang direkrut Dinas Pendidikan atau Dinas Olah Raga dan Pemuda setiap provinsi agar perkembangan lebih cepat dan merata.
“Ini demi kemajuan si atlet dan paralimpiade di Indonesia juga, Mas,” dia menambahkan.
Menurut pengamatan satuharapan.com, pada Selasa (28/7) Triyanto sedang melatih empat atlet penyandang disabilitas dengan kategori T-54 (tuna rungu dan tuna wicara) antara lain Asep, Jonathan Oktavian (lempar lembing), Fajar (lompat jauh), Hendrik (lari jarak 100 dan 200 meter).
Triyanto memulai latihan pukul 14:30 dengan menginstruksikan para atlet tersebut untuk melakukan lari keliling stadion dan tribun penonton selama 45 menit. Awalnya baru 15 sampai 20 menit terdengar suara memanggil Triyanto dari salah satu atlet menanyakan sudah berapa lama pemanasan. Kemudian Triyanto mengatakan kepada mereka bahwa pemanasan yang mereka jalankan masih sebentar.
Di tengah-tengah wawancara dengan satuharapan.com, sesekali atlet penyandang disabilitas kategori T-54 tersebut mengambil air minum, dan Triyanto menginstruksikkan dengan bahasa isyarat, yakni dengan melambai-lambaikan tangan di udara kemudian mengambil botol air mineral yang dia bawa sebagai tanda para atlet boleh istirahat sejenak dan minum.
Triyanto melatih mereka dalam rangka persiapan jangka panjang, setelah Idul Fitri untuk Asean Para Games dan Peparnas (Pekan Paralimpiade Nasional) 2016, dari segi usia atlet Triyanto mengemukakan untuk Peparnas sebetulnya tidak ada batasan umur, namun dia menilai motivasi para atlet berusia muda biasanya bersemangat.
“Tetapi kalau yang tua masih semangat ya kenapa nggak. Dan nilai plusnya kalau atlet yang muda-muda ini kan tenaga masih baru,” dia mengakhiri pembicaraan dengan satuharapan.com.
Ikuti berita kami di Facebook
Editor : Eben E. Siadari
Otoritas Suriah Tunjuk Seorang Komandan HTS sebagai Menteri ...
DAMASKUS, SATUHARAPAN.COM-Penguasa baru Suriah telah menunjuk Murhaf Abu Qasra, seorang tokoh terkem...