Pelayan-pelayan Kehidupan
Tidak perlu malu menyandang gelar pelayan karena posisi itu memiliki peran yang mulia.
SATUHARAPAN.COM – Sejak dahulu masyarakat terbagi dalam beragam strata sosial. Kaum bangsawan, pedagang kaya, dan pemuka agama selalu berada di puncak strata. Mereka dianggap memiliki pengaruh, kekuasaan, dan kewenangan. Mereka dianggap pandai dan berpengetahuan karena mereka memang mampu mengenyam pendidikan.
Bagai langit dan bumi, di dasar piramida strata sosial, ada kaum papa yang biasa bekerja sebagai pelayan. Pelayan yang dimaksud memiliki banyak sebutan lain, yakni: pembantu – pesuruh (KBBI Online), buruh atau jongos. Mereka termarjinalkan, keberadaannya tidak diperhitungkan. Mereka tak punya posisi tawar apa pun. Sistem sosial bahkan melegalkan jual beli buruh di pasar bebas. Dan para buruh hanya bisa pasrah dipingpong dari majikan satu ke majikan yang lain.
Hari ini konotasi kasar kata "pelayan" berubah menjadi lebih baik. Dinamika jaman memutar seratus delapan puluh derajat definisi dan value dari seorang pelayan. Pelayan tidak lagi lemah seperti dahulu. Pelayan zaman sekarang justru harus berpendidikan. Pelayan masa kini harus up to date terhadap arus informasi. Pelayan sekarang ini tidak boleh seperti anak bebek yang mengikut induknya ke sana ke mari dengan polos. Gampangnya, pelayan saat ini memiliki martabat dan harga diri tinggi.
Beberapa minggu terakhir, saya menempati kantor baru, sebuah instansi milik pemerintah yang bertugas melayani para pelayan migran atau yang akrab disebut Tenaga Kerja Indonesia (TKI). Saya anak baru, yang belum begitu mengenal seluk beluk aksi melayani pada TKI tersebut. Kalau didasarkan pada definisi pelayan yang baru, saya adalah pelayan yang buruk. Perlu banyak belajar dengan cepat supaya bisa segera melayani orang yang membutuhkan.
Saya, para pegawai kantor saya dan para TKI tersebut, memiliki kesamaan. Kami didaulat dan memang menyediakan diri untuk melayani. Saya bersama para pegawai senior di kantor bertindak sebagai pelayan, yang meladeni dan mengurus kepentingan para TKI sejak mereka direkrut hingga nanti pulang ke tanah air. Sedangkan para TKI itu juga siap melayani dan mengabdikan diri pada pekerjaan di luar negeri. Kalau diakumulasi secara makro, kami semua melayani ibu pertiwi. Jadi, tidak ada status siapa lebih terhormat, siapa yang lebih remeh. Tidak ada yang lebih tinggi dan tidak ada yang lebih rendah. Kedudukan kami setara.
Apakah kondisi ini juga Anda alami bersama orang-orang di sekitar Anda? Tidak perlu malu menyandang gelar pelayan karena posisi itu memiliki peran yang mulia. Keterbukaan prinsip kesetaraan dan rasa saling memanusiakan, itu yang menjadikan posisi pelayan lebih elegan. Berbanggalah karena kita semua adalah pelayan kehidupan.
Editor: ymindrasmoro
Email: inspirasi@satuharapan.com
Laporan Ungkap Hari-hari Terakhir Bashar al Assad sebagai Pr...
DAMASKUS, SATUHARAPAN.COM-Presiden terguling Suriah, Bashar al Assad, berada di Moskow untuk menghad...