Peluncuran inaRISK, Risiko Bencana Indonesia Teridentifikasi
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) meluncurkan inaRISK, suatu aplikasi portal berbasis internet untuk mengidentifikasi risiko bencana di Indonesia. Di samping itu, data populasi penduduk yang tinggal di daerah terpapar ancaman bencana dan perhitungan kemungkinan kerugian per provinsi, kabupaten dan kota, dapat diakses melalui inaRISK.
BNPB, mengkategorikan 10 ancaman bencana di Indonesia yang diidentifikasi persebarannya, yaitu gempa bumi, tsunami, erupsi gunungapi, banjir, banjir bandang, tanah longsor, kekeringan, kebakaran hutan dan lahan, cuaca ekstrem, dan gelombang ekstrem.
Portal inaRISK merupakan portal kajian risiko bencana dan monitoring indeks risiko bencana di kawasan Indonesia. Portal ini dibangun berbasis server Geographic Information System (GIS) yang memungkinkan pengguna dapat memanfaatkannya di seluruh dunia, dan user friendly karena pengguna tidak diharuskan memahami GIS saat menggali informasi yang dibutuhkan.
“Data risiko bencana harus diketahui oleh semua pihak, baik pemerintah, pemerintah daerah, private sector dan juga masyarakat. Semua pihak bisa melakukan upaya antisipasi sesuai dengan tugas dan fungsi masing-masing,” kata Kepala BNPB Willem Rampangilei pada acara peluncuran inaRISK yang bertepatan dengan Hari Pahlawan 10 November pada Kamis (10/11) lalu di Graha BNPB, Jakarta Timur, seperti dilansir bnpb.go.id.
“Semua pihak dapat menggunakan data pada portal ini sebagai rujukan bersama, sebagaimana Kementerian Agraria dan Tata Ruang menggunakan untuk Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW),” kata Willem.
Pada kesempatan yang sama, Deputi Pencegahan dan Kesiapsiagaan BNPB, B Wisnu Widjaja menyampaikan bahwa identifikasi risiko bencana merupakan langkah awal dari penanggulangan bencana.
"Dari data risiko bencana dapat disusun rencana penanggulangan bencana yang mainstreaming, dengan rencana pembangunan baik nasional, provinsi, kabupaten dan kota. Bahkan data risiko bencana menjadi langkah awal sistem peringatan dini yang sedang dikembangkan BNPB menjadi multi-hazards early warning system,“ kata Wisnu.
Upaya membangun portal inaRISK ini memerlukan waktu sekitar tujuh tahun, dimulai dari pengumpulan data dan menyepakati metodologi yang digunakan.
“Kesepakatan metodologi antarpemangku kepentingan (stakeholder) termasuk akademisi sangat penting dalam mengembangkan kajian risiko bencana. Pada tahun 2011 disepakati metodologi kajian risiko bencana dan dilegalisasi sebagai Perka BNPB Nomor 2 Tahun 2012, yang saat ini sedang dalam proses menjadi Standar Nasional Indonesia,“ kata Direktur Pengurangan Risiko Bencana BNPB Lilik Kurniawan selaku Koordinator Penyusunan Kajian Risiko Bencana.
Hasil kajian risiko bencana pada inaRISK saat ini masih menggunakan skala 1 : 250.000, sedang proses penambahan data pada 156 kabupaten/kota dengan skala 1 : 50.000 dan 1 : 25.000. Seluruh data menggunakan peta rupabumi Indonesia dari Badan Informasi Geospasial (BIG) sebagai perwujudan one map policy. Data hasil kajian risiko bencana merupakan data dinamis yang selalu berkembang sesuai dengan dinamika lapangan.
Pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019, Indonesia akan menurunkan 30 persen indeks risiko bencana pada 136 kabupaten/kota pusat pertumbuhan ekonomi nasional. Strategi yang dilakukan adalah memperkuat kapasitas penanggulangan bencana di daerah, termasuk masyarakatnya. Penurunan indeks risiko bencana dimonitor pula oleh inaRISK, sehingga pada akhir tahun bisa dilaporkan penurunan indeks risiko bencana pada tahun berjalan.
Pada peluncuran inaRISK dibagikan buku Risiko Bencana Indonesia yang menjadi resume dari kajian risiko bencana.
Editor : Sotyati
Cara Telepon ChatGPT
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Perusahaan teknologi OpenAI mengumumkan cara untuk menelepon ChatGPT hing...