Pemain Twitter Bayaran Tumbuh Subur di Indonesia
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Indonesia adalah negara dengan penduduk yang gemar mengakses media sosial dan berbagai fitur internet lainnya Ini merupakan fenomena budaya modern. Maka, banyak perusahaan menggunakan para buzzer untuk mengiklankan produk mereka.
Pernyataan ini disampaikan Nanda Ivens, Kepala Operasional XM Gravity Indonesia pada Jumat (23/8). XM Gravity Indonesia merupakan unit pemasaran digital yang terdaftar dalam kelompok usaha iklan raksasa Inggris, WPP Group. Buzzer adalah pengguna Twitter yang dibayar perusahaan untuk menyebarkan info produk.
"Orang Indonesia gemar chatting. Kami senang berbagi. Budaya kami komunal. Kami sangat mudah mengadopsi media sosial karena merupakan saluran melalui kita dapat mengekspresikan pendapat," kata Nanda Ivens.
Bagi pengiklan, menggunakan Twitter buzzers adalah cara lebih personal untuk mempromosikan produk di lapangan. Para buzzer, yang memiliki minat khusus dalam produk, menghubungkan perusahaan dengan calon pelanggan potensial.
Seorang yang gemar fotografi, akan menjadi target yang baik untuk perusahaan kamera. Penggemar fotografi tersebut disebut buzzer apabila akun twitter pribadinya memiliki lebih dari 2.000 pengikut
Menurut Semiocast, institusi peneliti media sosial, Jakarta memiliki lebih banyak pengguna media sosial Twitter daripada beberapa kota besar lainnya di dunia. Indonesia adalah rumah bagi populasi terbesar media sosial keempat di dunia ini. Dan, setengah dari total populasi Indonesia saat ini akrab dengan media sosial.
Apabila mengacu pada konteks perkembangan buzzer ini, Jakarta menjelma menjadi ibu kota bisnis Twitter dunia. Para pengiklan bersemangat membayar buzzer yang cukup populer dan cukup sering menggunakan twitter. Para buzzer ini dapat membantu menyebarkan informasi atau produk dengan cepat. Bayaran buzzer mulai dari US$ 21 (Rp 231 ribu) per tweet.
Thomas Crampton, direktur media sosial dari agen periklanan Ogilvy, yang berbasis di Hong Kong, mengatakan bahwa penggunaan bahasa di periklanan harus benar-benar jujur dan tulus. “Sebuah kampanye media sosial yang efektif akan menghasilkan percakapan nyata dan dukungan tulus,” kata Thomas Crampton,
Crampton melanjutkan bahwa masih ada masalah dengan buzzer berbayar itu. Mereka dapat memberi kesan mendukung produk demi uang semata. "Apalagi, tidak transparansi kepada pembaca di Twitter feed apakah mereka dibayar atau tidak. Dan itu tidak jujur," kata Crampton.
PT Nestle Indonesia, unit dari perusahaan pangan global Nestle SA, memilih penyanyi pop, Raisa Andriana, dan aktor Nicholas Saputra sebagai duta produk mereka. Dan, mereka baru saja menceritakan pengalaman melalui twitter di perkebunan kopi di Sumatera. Ini tentu saja didukung dan disokong para buzzer.
Tugas buzzers adalah mengulang tweet komentar para selebriti yang ada pesan sponsor dari perusahaan tersebut, dan juga akan diikuti oleh followers mereka. Sehingga, apabila pengikut buzzer tersebut tertarik membeli produk yang diiklankan Raisa atau Nicolas Saputra, merujuk kepada retweet si buzzer, ia akan dianggap sukses memasarkan produk.
Patrick Stillhart selaku Direktur Bisnis kopi di PT Nestle Indonesia telah memiliki parameter pengukuran sendiri terhadap kesuksesan penjualan. “Kami memiliki pengukuran kuantitatif, yaitu jumlah pengikut, jumlah suka dan jumlah klik," kata Patrick Stillhart. Patrick Stillhart mengatakan bahwa masih ada masalah. “Bagaimana kita menghubungkan brand dengan penjualan? Ini masih meninggalkan tanda tanya,” kata Stillhart.
Stillhart mengatakan perusahaan menggunakan media sosial untuk lebih dari selusin merek dan sekitar 15% dari belanja iklan merupakan pemasaran yang menggunakan media digital. (alarabiya.net)
Editor : Bayu Probo
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...