Pemanasan Lautan Menghancurkan Sistem Pangan Laut
ROMA, SATUHARAPAN.COM – Kegagalan untuk mengendalikan kenaikan suhu global dapat menyebabkan siklus makanan laut runtuh, menghancurkan mata pencaharian puluhan juta orang yang mengandalkan perikanan sebagai nafkah hidup mereka, demikian peringatan dari para ilmuwan.
Pemanasan laut, membatasi aliran energi vital antara spesies yang berbeda di ekosistem laut, mengurangi jumlah makanan yang tersedia untuk hewan yang lebih besar, kebanyakan adalah ikan yang berada di bagian atas siklus makanan laut, menurut sebuah penelitian di jurnal PLOS Biology yang diterbitkan pada hari Selasa (9/1) yang dilansir situs Voanews.com.
Ini bisa memiliki implikasi serius untuk stok ikan, kata Ivan Nagelkerken, profesor ekologi laut di Universitas Adelaide Australia dan salah satu penulis penelitian tersebut.
Secara global, sekitar 56,5 juta orang terlibat dalam perikanan dan akuakultur pada tahun 2015, menurut data terakhir dari Organisasi Pangan dan Pertanian Perserikatan Bangsa-Bangsa (FAO).
Selain itu, hampir seperlima protein hewani yang dikonsumsi oleh 3,2 miliar orang pada 2015 berasal dari ikan, kata FAO.
Para ilmuwan Adelaide mendirikan 12 tank besar, masing-masing diisi 1.800 liter air, di ruang yang dikontrol suhunya untuk meniru siklus makanan laut yang kompleks, dan menguji efek pengasaman dan pemanasan laut selama enam bulan.
Produktivitas tanaman meningkat pada suhu yang lebih hangat, namun hal ini terutama disebabkan oleh ekspansi bakteri yang tidak makan ikan, kata Nagelkerken dalam sebuah wawancara telepon.
Temuan menunjukkan bahwa Kesepakatan Paris 2015 mengenai pembatasan pemanasan global harus dipenuhi "untuk melindungi samudera kita dari keruntuhan, hilangnya keanekaragaman hayati dan produktivitas perikanan yang kurang."
Berdasarkan kesepakatan penting tersebut, para pemimpin dunia sepakat untuk membatasi kenaikan suhu global rata-rata menjadi 1,5 sampai 2 derajat celsius di atas masa pra-industri.
Perserikatan Bangsa-Bangsa, bagaimanapun, telah memperingatkan bahwa dunia menuju peningkatan 3 derajat pada tahun 2100.
Studi terbaru, telah membunyikan alarm untuk lautan dan penghuninya, saat Bumi terus mengalami pemecahan rekor panas.
Makalah 4 Januari yang dipublikasikan di jurnal Science mengatakan, zona mati, di mana oksigen terlalu rendah untuk mendukung sebagian besar kehidupan laut, dan lebih dari empat kali lipat dalam 50 tahun terakhir, karena aktivitas manusia.
Peneliti lain mengatakan, suhu laut yang tinggi dapat membahayakan karang tropis, yaitu pembibitan untuk ikan, hampir lima kali lebih sering daripada di tahun 1980an.
Editor : Sotyati
Empat Kue Tradisional Natal dari Berbagai Negara
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Perayaan Natal pastinya selalu dipenuhi dengan makanan-makanan berat untu...