Pembahasan Perubahan APBN, Anggota DPR Saling Serang Pernyataan
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Rapat Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Senin (17/6) diwarnai pernyataan-pernyataan saling menyerang di antara anggota terhadap partai politik lain. Bahkan juga keluar pernyataan "menyeletuk" yang tidak sepantasnya muncul dalam rapat yang membahas masalah penting bagi seluruh rakyat Indonesia.
Rapar tersebut membahas dan meminta persetujuan anggota Dewan berkaitan dengan Rancangan Undang-undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (RUU RAPBN-P) 2013, di mana di dalamnya di bahas tentang bantuan untuk masyarakat miskin. Masalah ini memiliki implikasi bagi pemerintah untuk menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi.
Pernyataan yang saling serang misalnya dikeluarkan oleh Achsanul Kosasih dari Partai Demokrat. Dia mengatakan, kalau ada pendapat yang menyatakan tidak setuju kenaikan BBM, pastilah orang itu menyetujui adanya penyelundup BBM.
Achsanul Qosasih menyampaikan hal itu dalam rapat paripurna ke-27 DPR yang merupakan pembicaraan tingkat II (pengambilan keputusan) untuk perubahan UU. No.19 /2012 tentang APBN-P 2013.
“Fraksi Demokrat setuju sepenuhnya dengan APBN-P 2013 karena sesungguhnya dari APBN 2013 sudah menyetujui pengurangàn subsidi. Perihal subsidi untuk Bahan Bakar Minyak sudah dari dulu, karena harga BBM naik tidak hanya zaman Presiden SBY berkuasa, tetapi presiden-presiden terdahulu sudah menaikkan BBM. Coba bayangkan kalau ada pendapat yang menyatakan tidak setuju kenaikan BBM, pastilah orang itu menyetujui adanya penyelundup BBM," kata Qosasih.
Sayang sekali pendapat Achsanul Qosasih tidak mendapat banyak simpati dari anggota dewan lainnya, Maruarar Sirait mengatakan bahwa latar belakang pendidikan sosial politik yang berbeda di DPR membuat pendapat berbeda menjadi hal yang lumrah terjadi termasuk kenaikan harga BBM dalam RUU APBN-P 2013 ini.
“Kalau saudara Achsanul bilang bahwa ada yang berbeda itu wajar, karena ini adalah forum parlemen yang berlatar belakang sosial politik berbeda dan dari kepentingan dan melihat suatu masalah dari sudut pandang berbeda. Yang kami ingin pertanyakan dari pendapat tersebut yakni orang yang tidak setuju kenaikan harga BBM, kok orang itu langsung disamakan dengan orang yang setuju penyelundupan? Justru dengan tidak menaikkan harga BBM ini kita ingin memerangi penyelundupan BBM karena jangan sampai kepentingan pengusaha di atas kepentingan rakyat.”
Sejalan dengan Maruarar, Aria Bima, anggota Komisi VI DPR-RI menyatakan bahwa postur APBN yang diajukan PDI-P, sesungguhnya masih bisa menyelamatkan keuangan negara dari inflasi berkepanjangan.
“Fraksi PDI-Perjuangan mengatakan, kami mengajukan postur APBN karena kami yakin bahwa APBN yang dulu masih bisa diselamatkan, karena subsidi BBM sesunguhnya merupakan hak rakyat bukan beban bagi rakyat,” ujar Aria.
Pemerintah yang getol dengan program-program seperti BLSM (Bantuan Langsung Sementara Masyarakat) dan BLT (Bantuan Langsung Tunai) serta beras untuk orang miskin (Raskin) sebagai kompensasi BBM dianggap Fachri Hamzah dari Partai Keadilan Sejahtera sebagai sebuah kesombongan, karena mereka bukan yang utama menentukan kesejahteraan rakyat.
“Pemerintah berpikir dan seolah-olah sombong karena kebijakan mereka adalah yang terbaik. Kebijakan menaikkan harga BBM bukanlah kebijakan yang mendukung. Iklan-iklan di berbagai stasiun televisi swasta yang menyatakan sebuah anomali menyebut bahwa ada yang salah dari subsidi BBM saat ini senantiasa salah sasaran,” ujar Fachri.
Fachri mengatakan bahwa pemerintah SBY saat ini tidak memiliki kemampuan mengawasi. Pemerintah memang tidak bisa mengawasi dengan detail pengelolaan subsidi BBM yang berlangsung selama sembilan tahun pemerintahan SBY. Kebijakan energi dan pertambangan tidak dikelola dengan baik. Pada intinya pemerintah gagal memproduksi infrastruktur energi yang murah.
Dimyati Natakusumah dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan pada awalnya sempat melontarkan protes bahwa dalam rancangan undang-undang (legal draft) pasal-pasal yang ada tidak kesesuaian satu sama lain. Dia juga menganggap ada hal-hal yang tidak transparan dari penyaluran bantuan kompensasi BBM saat ini.
“Sayang sekali kenaikan harga BBM saat ini tidak dibarengi dengan transparansinya penyaluran bantuan bagi masyarakat seperti BLSM (Bantuan Langsung Sementara Masyarakat), BOS (Bantuan Operasional Sekolah), Bea Siswa Bidik Misi, dan penyaluran beras miskin. Batuan itu semestinya dirancang untuk tepat sasaran," katanya.
Dia menambahkan, pemberian bantuan ini sebaiknya dalam satu tahun tidak hanya dua kali, tetapi empat kali. “Pemberian beras miskin harus diganti dengan uang, karena di sejumlah daerah saat ini terdapat beberapa penyelewengan dari pejabat-pejabat yang tidak memberikan bantuan beras miskin kepada rakyatnya secara langsung, tetapi malah menggantinya dengan beras yang sudah tidak layak dikonsumsi,” kata Dimyati.
Editor : Sabar Subekti
Laporan Ungkap Hari-hari Terakhir Bashar al Assad sebagai Pr...
DAMASKUS, SATUHARAPAN.COM-Presiden terguling Suriah, Bashar al Assad, berada di Moskow untuk menghad...