Pembangkang Korut Ceritakan Pelariannya pada Komisi HAM PBB
LONDON, SATUHARAPAN.COM - Komisi Hak Asasi Manusia PBB yang menyelidiki pelanggaran HAM di Korea Utara pada hari Rabu (23/10) mendengar bukti mengerikan di London dari orang-orang yang berhasil melarikan diri dari rezim komunis tersebut.
Komisi HAM PBB itu mendengar bukti dari sekelompok pembelot yang berhasil ke Eropa setelah sidang serupa digelar di Seoul dan Tokyo.
Jihyuan Park, seorang perempuan berkacamata berusia 30-an, menangis saat dia menceritakan bagaimana dia berhasil melintasi perbatasan menuju China pada 1998, dan kemudian dijual menjadi seorang “istri” kepada seorang penjudi China dan keluarganya.
“Hal pertama yang mereka katakan kepada saya adalah, karena mereka telah membeli saya, mereka dapat melakukan apa pun terhadap saya,” katanya kepada panel melalui seorang penerjemah.
Park, yang melarikan diri dari Korea Utara setelah saudaranya yang merupakan seorang tentara mengalami masalah dengan kegiatan bisnisnya, melahirkan seorang anak di China. Namun kemudian ditangkap dan diberitahu bahwa dirinya akan dipulangkan tanpa anaknya. Segera setelah itu, dia mendengar “suami”-nya tawar-menawar dengan seorang pedagang mengenai harga untuk anaknya.
“Karena dia lahir di tempat yang keras, saya ingin dia menjadi seseorang yang benar-benar kuat,” katanya dalam sidang itu sembari terisak. “Jadi saya menamainya Steel.”
Park dipulangkan dan ditempatkan dalam sebuah kamp penahanan dan melakukan kerja paksa. Namun akhirnya dia berhasil kembali ke China dan menemukan anaknya, yang ternyata belum dijual kepada penjual manusia. Dari sana, akhirnya dia berhasil ke Inggris, tempat dia sedang berupaya untuk mendapatkan kewarganegaraan.
Sidang untuk Testimoni Saksi
Kesaksian Park merupakan bagian dari proses mengungkap pelanggaran HAM di Korea Utara. Komisi HAM PBB menyelenggarakan di dua tempat, yaitu London, Inggris dan Washington DC, Amerika Serikat dalam dua hari sejak kemarin.
Sidang menghadirkan para saksi yang berhasil melarikan diri dan berani bersaksi. Ketua Komisi HAM PBB, Michael Kirby, yang juga seorang hakim dari Australia dalam sebuah pernyataan mengatakan bahwa pihaknya menyelenggarakan sidang untuk mendengarkan kesaksian individu berkaitan masalah hak asasi manusia yang diselenggarakan di London dan Washington DC.
Sidang itu memberikan kesempatan penting bagi saksi untuk berbagi informasi ditujukan untuk meningkatkan kesadaran internasional tentang situasi hak asasi manusia di DPRK. Hal itu dilakukan karena pemerintah Korut menolak memberi akses ke negara kepada Komisaris HAM PBB.
"Saksi-saksi kami telah bertemu... di Seoul dan Tokyo. Mereka berbagi kesaksian dan harapan bahwa anak-anak mereka tidak akan menderita dengan cara yang sama yang mereka alami dan mendapatkan perlakuan ganas yang seperti pada mereka. Kami berharap bahwa ini babak baru dengan sidang yang akan mulai mengubah situasi benar-benar mengerikan di sana," kata Kirby. (un.org / AFP)
Editor : Sabar Subekti
Empat Kue Tradisional Natal dari Berbagai Negara
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Perayaan Natal pastinya selalu dipenuhi dengan makanan-makanan berat untu...