Pembangunan Rendah Emisi Perlu Dukungan Kebijakan
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – “Menerapkan pembangunan rendah emisi di Indonesia, memerlukan dukungan kebijakan dari pemerintah untuk melancarkan berbagai pengembangan teknologi di bidang energi terbarukan,“ kata peneliti Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi Jarot Raharjo.
Jarot yang merupakan peneliti di bidang teknologi fuel-cell di Jakarta, Jumat (15/4), mengatakan rendahnya penerapan teknologi fuel-cell di Indonesia, dikarenakan tidak adanya regulasi yang mendukung untuk pemanfaatannya.
Dia mencontohkan kebijakan pemerintah di Eropa, yang mengatur tentang nilai pajak kendaraan berdasarkan emisi gas karbon yang dihasilkan oleh mobil tersebut.
"Seperti di Eropa, kalau mau uji KIR dia harus lihat berapa CO2 yang dihasilkan. Kalau CO2-nya tinggi, pajaknya sekian, kalau CO2-nya rendah pajaknya juga rendah," kata Jarot.
Oleh karena itu, kata Jarot, kendaraan roda empat dengan bahan bakar hidrogen menggunakan teknologi fuel-cell sudah digunakan di Eropa. Dengan teknologi tersebut, emisi gas karbon yang dihasilkan bisa diminimalkan bahkan hingga nol karbon.
Jarot tidak menampik, biaya untuk memproduksi energi terbarukan memang terbilang masih mahal. Namun sejumlah negara maju menerapkan kebijakan terkait pengurangan emisi, sehingga bisa mendukung pengembangan dan produksi energi terbarukan.
"Di banyak negara maju karena ada regulasi pengurangan emisi itu jadi ada insentifnya untuk mem-back up biaya produksi," kata Jarot.
Ia mencontohkan, Amerika Serikat yang memberikan insentif hingga 50 persen dari biaya produksi untuk sumber energi terbarukan.
Jarot mengatakan, Indonesia harus berjuang untuk ikut mengimplementasikan teknologi fuel-cell yang ramah lingkungan, untuk mendukung pengurangan emisi guna mengendalikan kenaikan suhu global di bawah 2 derajat, seperti yang tertuang dalam Kesepakatan Paris tentang Isu Perubahan Iklim.
Sebelumnya, Utusan Khusus Presiden untuk Pengendalian Perubahan Iklim Rachmat Witoelar mengatakan, emisi gas rumah kaca yang dihasilkan kota-kota besar di Indonesia sangat besar.
Emisi gas tersebut, di antaranya berasal dari transportasi, industri, aktivitas rumah tangga, dan sampah. Namun Rachmat menyatakan emisi gas rumah kaca yang dihasilkan Indonesia saat ini masih dalam ukuran wajar. (Ant)
Editor : Bayu Probo
Bebras PENABUR Challenge : Asah Kemampuan Computational Thin...
Jakarta, satuharapan.com, Dunia yang berkembang begitu cepat memiliki tantangan baru bagi generasi m...